Kasus pencopotan Helmy Yahya sebagai Dirut utama TVRI masih hangat diperdebatkan oleh masyarakat. Alasan pemecatan yang dikemukakan oleh Dewan Pengawas TVRI Arief Hidayat adalah banyaknya program asing berbiaya tinggi seperti siaran Liga Inggris dan Discovery Channel yang dianggap tidak sesuai dengan jati diri bangsa.
Arief juga menyebutkan bahwa tugas pokok dan fungsi TVRI sesuai visi dan misi adalah televisi publik. Menurutnya, yang paling utama adalah edukasi, jati diri dan media pemersatu bangsa. Paska pernyataan tersebut, kini publik beramai-ramai menafsirkan kata "jati diri bangsa" yang di maksud Arief.
Sebelumnya, Helmy Yahya sendiri ditetapkan sebagai Direktur Utama TVRI pada 29 November 2017 lalu oleh Dewan Pengawas Lembaga Penyiaran Publik TVRI. Seharusnya ia menjabat hingga 2022 nanti, namun dihentikan oleh dewan pengawas dengan alasan yang telah disebutkan.
Di luar adu pendapat orang-orang hebat di balik TVRI saya justru tertarik untuk tahu, kapan terakhir kali orang menonton TVRI? Atau seberapa sering mereka menonton TVRI ketimbang TV lain?
Dalam kacamata sempit, yang menjadi pesaing TVRI adalah TV - TV swasta nasional, sementara secara luas pesaing TVRI mencangkup apa saja yang membuat orang lebih memilih media lain ketimbang menonton acara di TVRI. Dalam hal ini platform semacam youtube serta keberadaan media berita online termasuk dalam kategori pesaing berat.
Dulu ketika saya masih SD, televisi disebut-sebut sebagai candu yang berbahaya bagi anak. Pasalnya anak kalau sudah menonton TV bisa lupa waktu dan malas belajar. Yah, kala itu memang hanya TV hiburan yang dianggap paling menarik selain daripada dolanan tradisional.
Kini, gelar itu telah direbut oleh gadget. Gadget sekarang ini menjadi candu utama, tidak hanya bagi anak-anak sekolah, orang dewasa namun juga balita. Ibu-ibu sering menyuguhkan gadget kepada balitanya agar berhenti menangis, tidak rewel, sehingga mereka bisa menyelesaikan pekerjaan rumah.
Jika anak jadul menghabiskan waktunya untuk menonton televisi maka, anak jaman now menghabiskan seluruh waktunya untuk bermain gadget.
Kondisi TVRI jadi semakin berat dalam hal berebut perhatian penonton . Selain bersaing dengan TV nasional, TVRI juga harus bersaing dengan media baru yang secara konten lebih menggiurkan dan mudah diakses melalui gadget. Melihat kondisi ini, pernyataan dewan pengawas TVRI seolah tidak mengindahkan realita dan hanya berdiri di pelataran zona aman.
Sebuah media memang harus memiliki visi, misi dan idealisme, karena itu menjadi salah satu tolok ukur kualitas tayangan media kita. Namun, semua itu menjadi percuma bila tak ada orang menonton tayangannya. Kesan yang akan timbul adalah sekadar pengguguran tugas dan kewajiban saja. Yang penting sudah sesuai visi misi, yang penting sudah menayangkan.