Ada banyak alasan mengapa Finlandia disebut sebagai negara paling bahagia di dunia. Dalam rangka merayakan hari bahagia internasional, CNN Indonesia mencoba mengungkap rahasia mengapa Finlandia disebut sebagai negara paling bahagia di dunia melalui sambungan skype dengan salah satu WNI di Helsinki, Imam Santoso.
Menurut Imam, sistem di Finlandia memungkinkan warganya untuk memperoleh pendidikan dan pengobatan gratis. Sekolah gratis tidak hanya sampai tamat SMA saja tapi juga sampai S3. Finlandia juga merupakan negara aman, dompet Imam pernah jatuh tapi setelah dicari barang tersebut masih ada dan tidak hilang. Ia juga bercerita anak SD menolak pulang ke rumah karena mereka merasa nyaman dan bahagia di sekolahnya.
Membayangkan gambaran Finlandia seperti yang di kemukakan Imam Santoso, membuat saya ngiler. Siapa yang tidak mau kuliah sampai dengan S3 dan semua itu gratis. Sementara di Indonesia sendiri mau kuliah S1 biayanya selangit. Apalagi kampus-kampus mumpuni dan populer, biayanya bikin dada sesak. Sekalipun ada beasiswa tapi harus bersaing dengan banyak anak yang kesemuanya berotak encer. Rasanya tidak ada tempat bagi mereka yang otak dan kantongnya pas-pasan.
Jaminan kesehatan, keamanan dan finansial tentunya menjadi faktor yang mudah disepakati oleh kebanyakan orang. Tak ayal semua itu menjadi indikator standar kebahagiaan hidup seseorang. Indonesia sendiri berada diurutan ke 96, peringkat tersebut tentu belum mampu disejajarkan dengan Finlandia.
Walhasil, kita masyarakat pas-pasan hanya bisa ngiler membayangkan betapa indahnya andaikata tinggal di sana. Namun tak ada hal lain yang bisa kita lalukakan selain menanti perubahan dan berupaya membentuk kebahagiaan dengan menumbuhkan rasa syukur. Konon rasa syukur bisa menjadikan hidup kita lebih bahagia, maka perbanyaklah bersyukur.
Pemerintah bisa mengupayakan kebahagiaan melalui berbagai jaminan seperti tadi, tapi soal hati tidak ada yang tahu. Seperti yang Imam Santoso katakan, bila dibandingkan manusianya, Indonesia tidak jauh-jauh amat, betul memang Indonesia korup tapi segi keceriaan dari hati kita mungkin lebih bahagia orangnya. Saat ditanya apakah ia ingin kembali ke Indonesia, ia mengungkap bahwa tentu saja ia akan kembali karena keluarga ada di sana, karena sumber kebahagiaan sebenarnya adalah keluarga.
Apapun itu, Tuhan maha adil, ia membagikan kebahagiaan hati secara merata. Sejenak kita pasti berpikir bagaimana orang miskin bisa bahagia? Bagaimana orang yang tak mampu bisa bahagia, apa yang mereka punya untuk bahagia? Menurut pengalaman hidup saya, saat kita kekurangan kita justru dekat dengan kebahagiaan. Orang yang lapar dan jarang makan ayam, akan sangat bahagia saat mendapat nasi bungkus dari tetangga. Berbeda dengan orang yang serba ada, menerima nasi bungkus pasti hanya dibiarkan sampai basi.
Orang yang serba kekurangan sedikit-sedikit bahagia, minum es bahagia, nemu koin di jalan bahagia, dapat wifi gratis bahagia bahkan pengemis sekalipun saat menemukan tempat berteduh yang rindang akan bahagia. Bagi saya semua itu tanda bahwa Tuhan membagi kebahagiaan sama rata, hanya saja wujudnya berbeda-beda.
Setidaknya begitu cara saya mengartikan kebahagiaan karena biar bagaimana pun setiap orang berhak bahagia. Biarlah pemerintah yang berupaya menghadirkan jaminan kesehatan dan finansial sebagai sumber kebahagiaan seperti Finlandia, sementara kita mengail kebahagiaan dari hal-hal yang sederhana dan dekat.
Tapi soal kuliah gratis sampai S3 tetap membuat saya ngiler! Aaaalamaaaakkk kapan ya negeri kita bisa gratis kuliah hingga S3?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H