Siswa-siswa akhirnya duduk dengan tenang. Ia tidak berjalan mengelilingi kelas mengganggu temannya yang sedang membaca. Tangannya membolak-balik halaman buku yang penuh gambar. Terdengar, ia bergumam sendiri tentang gambar di buku itu.
Pemandangan tersebut terlihat di kelas III SD N Ngawen I, Ngawen, Gunungkidul, saat kegiatan literasi sekolah dilaksanakan. Kegiatan ini merupakan bagian dari Gerakan Literasi yang diprogramkan oleh Kemendikbud. Di SD N Ngawen I, program ini telah diwacanakan sejak tahun pelajaran 2016/2017 akan tetapi baru terlaksana di tahun pelajaran 2017/2018.
Banyak hal yang memengaruhi pelaksanaan kegiatan literasi yang mundur. Ketersediaan buku yang sesuai dengan siswa Sekolah Dasar dan kemauan siswa untuk membaca menjadi hal yang membuat pelaksanaan kegiatan Literasi Sekolah hanya menjadi wacana di tahun pelajaran yang lalu. Sehingga hal tersebut menjadi evaluasi di sekolah bahwa jenis buku memengaruhi minat baca siswa.
Hal tersebut kemudian menjadi fokus bersama antara kepala sekolah dan guru. Hal ini dikarenakan, kegiatan membaca adalah kegiatan yang bermanfaat bagi siswa. Selain itu, Berdasarkan studi "Most Littered Nation In the World" yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Oleh karena itu, memastikan bahwa generasi masa depan adalah generasi melek literasi menjadi tanggung jawab seluruh komponen terutama sekolah. Hal ini dikarenakan sekolah adalah lingkungan akademis seorang siswa yang harus memastikan budaya akademis dimiliki oleh siswanya.
Untuk mempersiapkan terlaksananya kegiatan literasi di SD N Ngawen I di tahun 2017/2018 sekolah mulai merancang bentuk program Literasi Sekolah hingga buku-buku yang sesuai untuk siswa kelas rendah maupun siswa kelas tinggi. Guru-guru juga diminta untuk mempersiapkan berbagai buku yang sesuai untuk siswa di kelas masing-masing.
Bentuk kegiatan Literasi Sekolah di SD N Ngawen I adalah 15 menit membaca sebelum Kegiatan Belajar Mengajar dilaksanakan. Buku yang dibaca bukanlah buku pelajaran dan disiapkan oleh guru masing-masing kelas di satu meja khusus Literasi Sekolah. Siswa dapat mengambil buku tersebut untuk dibaca dan dikemballikan saat kegiatan literasi selesai dilaksanakan. Bentuk program ini pun dapat dikembangkan oleh guru masing-masing kelas dan disesuaikan dengan keadaan siswa.
Pada tahun pelajaran 2017/2018, kegiatan literasi sekolah terlaksana baik di kelas tinggi dan kelas rendah. Di kelas tinggi, siswa dapat dengan mudah memilih buku yang akan dibaca dan dengan tertib mengembalikan buku setelah kegiatan selesai dilaksanakan. Sedangkan di kelas rendah, siswa masih harus dibimbing oleh guru untuk memilih buku dan di kelas I guru masih membantu siswa untuk membaca bagi siswa yang belum dapat membaca.
Akan tetapi, di kelas III program literasi sekolah dilaksanakan dengan cara yang berbeda. Tidak hanya dilaksanakan di 15 menit awal sebelum Kegiatan Belajar Mengajar dilaksanakan tetapi di setiap 60 menit pembelajaran dilaksanakan. Guru kelas III memrogamkan setiap 60 menit pembelajaran dilaksanakan, siswa dapat beristirahat dengan membaca buku maupun hanya melihat gambar di dalam buku-buku yang dipilih. Kegiatan istirahat dengan membaca ini dilaksanakan juga selama 15 menit dan siswa boleh membaca di luar kelas maupun di dalam kelas.
Program pengembangan Literasi Sekolah oleh Wali Kelas III dilaksanakan dengan tujuan untuk memberi terapi fokus pada siswa. Hal ini dikarenakan, siswa kelas III Sekolah Dasar Negeri Ngawen I ketika pembelajaran hanya dapat fokus selama 30 menit untuk mendengarkan penjelasan guru, mengikuti kegiatan pembelajaran yang diprogramkan guru dan mengerjakan tugas. Selebihnya siswa mulai mengganggu temannya, ijin ke kamar mandi berkali-kali, maupun bernyanyi di dalam kelas.
Program istirahat setiap 60 menit dipadukan dengan kegiatan Literasi Sekolah ini dikembangkan berdasarkan model kegiatan sekolah di Finlandia. Timothy D. Walker (2017: 8) menjelaskan bahwa di Finlandia, sekolah memberikan istirahat kepada siswa setiap 45 menit tatap muka di dalam kelas. Siswa di Finlandia diperbolehkan untuk bermain di luar kelas dan melaksanakan kegiatan lain selama istirahat tersebut.
Akan tetapi, guru kelas III SD N Ngawen I melakukan pengembangan terhadap kebijakan sekolah di Finlandia dan memadukan dengan kegiatan Literasi Sekolah. Wali kelas III berpendapat bahwa memberi kebebasan istirahat bagi siswa kelas III di Indonesia akan lebih sulit. Hal ini dikarenakan, iklim akademis yang berbeda. Jika siswa kelas III diberikan kebebasan melakukan kegiatan selama istirahat setiap 45 menit maka siswa akan memilih untuk melakukan kegiatan yang non akademis, seperti berlari-larian, jajan di kantin sekolah, maupun bergurau dengan teman mereka. Lalu, ketika saatnya masuk kelas siswa akan merasa lebih lelah dan ingin tetap istirahat.