Dalam 10 tahun terakhir ini penulis memperhatikan dinamika petani dan pertanian di Indonesia, hasilnya tentu saja tidak mengagetkan, tidak ada sesuatu yang signifikan dalam perubahan nasib petani selama kepemimpinan SBY. Petani tetaplah mahluk pinggiran yang miskin dan tak berdaya.
Berbagai skema subsidi yang dijalankan oleh pemerintah tidak berhasil mendongkrak pendapatan keluarga petani, sebagai contoh pendapatan petani padi dengan luas lahan 0,2 ha pada tahun 2013 masih dibawah Rp 500.000 per bulan. Tentunya dengan penghasilan yang sangat minim tersebut sangat jauh untuk bisa hidup layak.
Pemilu 2014 sudah memanggil seluruh rakyat Indonesia, tidak terkecuali para petani yang dari pemilu ke pemilu hanya diberikan janji manis, dipampang di iklan TV, banner, spanduk, kaos dll. Dengan jumlah 26,13 juta rumah tangga petani, bisa dipastikan siapa calon presiden yang tidak tertarik dengan suara sebesar itu. Dan lagu lama pun diputar kembali, hingga saat ini saya tidak menemukan satu capres pun yang visi, misi dan programnya menjawab tantangan dunia pertanian yang semakin pelik dan rumit.
Kita semua tahu bahwa tahun 2015 akan ada pasar bebas asean, dan 2020 dimulai perdagangan bebas dunia. Pengalaman membuktikan bangsa ini kelimpungan menghadapi serbuan produk pertanian dari thailand dan vietnam. Jika kita melihat bagaimana persiapan negara tetangga dalam menghadapi pasar bebas terutama di sektor pertanian, kita menjadi sangat pesimis, dan petani kecil di Indonesia dipastikan tidak akan bertahan hidup.
Adanya UU Pangan dan UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani tidak otomatis menunjukkan bahwa kedaulatan pangan akan terwujud dan nasib petani kecil kian sejahtera. UU ini memang terkesan populis, tetapi lagi-lagi praktek di lapangan tidak seindah dalam tulisan kertas. Merubah karakter birokrasi menjadi pelayan bagi petani bukanlah hal mudah. Berbagai bencana seperti banjir, kekeringan, hama penyakit, dan jatuhnya harga yang sangat merugikan petani belum mendapat respon cepat, bahkan cenderung ada pembiaran.
Dalam pemilu 2014, penulis meyakini bahwa petani masih tetap punya semangat untuk memilih pemimpin yang bisa dititipi amanah. Hal ini dibuktikan dengan pada 2 pemilu sebelumnya golput di pedesaan yang notabene diisi para petani jauh lebih rendah dibanding di perkotaan. Watak petani yang sabar, ulet dan tidak putus asa inilah sebenarnya yang mungkin membuat mereka bisa bertahan hidup.
Jadi, Inilah Presiden Pilihan Petani. Presiden yang bisa mengangkat derajat kemanusian petani Indonesia!
Selamat Berdemokrasi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H