Seorang sejawat berkelakar di siang yang cukup terik di daerah pinggiran Bantul, sembari menyeruput kopi pahit , "anak milenial sekarang cari kerjaan saja susah, giliran telah mendapatkan pekerjaan, jadi bajing loncat (pindah sana-sini)"
Sebenarnya dia sedang menyuarakan kegelisahan atas maraknya gejala turnover (tingkat pengunduran diri) yang cukup tinggi, dan didominasi oleh generasi Z atau sering disingkat Gen Z, orang-orang yang lahir pada tahun 1997 hingga 2012 atau generasi Zoomer.
Sembari ogah ikut-ikutan nelangsa, saya pun menjawab dengan sedikit guyonan "mungkin eranya anak muda sekarang kerjanya freelance, pingin tidak terkukung waktu kerja, dan gajinya minimal 2 kali penghasilanmu", kemudian ditimpali olehnya dengan jawaban filosofis "Uedannnn, cuk!!!"
Menanti surutnya gelombang PHK
Belakangan pemberitaan tentang tingginya pemutusan hubungan kerja, bikin dada sesak.
Berarti dunia kerja di negeri ini sedang tidak baik-baik saja. Pengusaha sebagai leading sektor pengerak roda ekonomi masyarakat sedang berupaya untuk bertahan ditengah upaya pemerintah membenahi kondisi perekonomian domestik pasca terjangan pandemi Covid-19.
Lalu fenomena PHK disinyalir terus terjadi selepas pelantikan presiden baru. Padahal harapan besar warga indonesia terhadap pemulihan ekonomi dan kesempatan lapangan kerja yang luas, jadi prioritas pemerintahan Prabowo - Gibran.
Jangan sampai terjadi huru-hara oleh serikat pekerja dalam meminta keadilan dan kesetaraan serta kesempatan yang adil bagi seluruh warga negara tanpa pengecualiaan.
Meskipun secara pendidikan formal, para pencari kerja didominasi oleh kelompok terdidik dengan gelar kesarjanaan, masih juga ditemukan besarnya angka pengganguran di kelompok usia produktif.
Sulit dapat kerja, ditambah jam terbang pengalaman yang masih minim, dengan tingkat kompetisi antar kandidat, serta jumlah lowongan yang dibuka berbanding terbalik dengan banyaknya peminat.