Lihat ke Halaman Asli

Bayu Aristianto

Kuasa atas diri adalah awal memahami eksistensi

Diplomasi "Nama Jalan" dan Budaya Multinasionalisme

Diperbarui: 20 Oktober 2020   11:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ada sekelumit cerita di penghujung Bulan Oktober ini, Demo penolakan RUU Omnibus law masih jauh dari kata usai, lalu Musim hujan mulai menyapa, semoga bencana hidrometerologi dapat dihindari oleh berbagai kebijakan pencegahan bencana yang saat ini mulai dilakukan pemerintah di daerah dan pusat 

dan ada kisah heroik seorang bocah yang mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan marwah kesucian ibunya dari prilaku biadab pelaku yang diduga baru keluar dari jeruji besi lewat program asimilasi, Miris !

Tapi sejenak, kita dikejutkan dengan diresmikannya Presiden Joko Widodo, sebagai salah satu nama jalan di kota metropolitan Abu Dhabi, Uni Emirat Arab pada senin (19/10) waktu setempat. Tidak tanggung pula, Sheikh Khalid bin Mohammed bin Zayed Al Nahyan, Chairman Abu Dhabi Executive Office didapuk meresmikan nama jalan ini. Syari' Rois Joko Widodo, terletak di tengah pusaran perekonomian Abu Dhabi, 

selain bentuk apresiasi pemerintah Uni Emirat Arab kepada Pemimpin Negara Indonesia, juga memperkokoh hubungan bilateral kedua Negara dalam berbagai hal selain pertumbuhan investasi, perdagangan, budaya, serta pendidikan, Pemerintahan Uni Emirat Arab juga menjadikan Indonesia sebagai mitra startegis di Asia Tenggara.

Sekedar menyegarkan ingatan kita, bahwa Diplomasi "Nama Jalan, Bangunan, bahkan taman" sudah sejak lama dilakukan. Seperti Masjid Biru Soekarno di Rusia, Monumen Soekarno di Aljazair, Soekarno Parque / Park di Meksiko, Jalan Soekarno di Maroko,

lalu Mohammad Hatta Straat dan  Raden Adjeng Kartini Straat di Belanda, Masjid Soeharto di Boznia Herzegovina, Megawati Garden di Korea Selatan, Patung Perunggu Jend. Sudirman di Kementerian Pertahanan Jepang. Kemudian Munirpad di Den Haag dan Jalan Syeik Yusuf di Cape Town, Afrika Selatan.

Merawat hubungan antar Negara adalah menjaga pijakan membangun bangunan kepercayaan. Dengan ragam dan perbedaan kepentingan, tentu pada tiap kondisi akan menempatkan setiap Negara pada multi-perspektif. 

Kendati demikian nilai kemanusia, persaudaraan, kesetaraan, dan kemandirian jadi aras utama menapaki hubungan yang lebih harmonis atas dasar kemajuan bagi sesama.

Diakui banyak cara diplomasi guna mengukuhkan hubungan dua Negara, cara bagaimana sebuah Negara menghargai Negara lainnya, dapat tersirat dari penempatan toleransi dan moderasi sebagai lokomotif terhadap perbedaan didalam Negara itu sendiri.   

Indonesia pun sejak lama melakukan diplomasi "Nama Jalan" terhadap Negara sejawat. Contohnya di Kemayoran dan Padangsidimpuan ada Jalan Patrice Lumumba diambil dari nama tokoh dan pemimpin kemerdekaan Kongo. 

Lahir 1925 di Provinsi Kasai, Kongo, Lumumba seorang nasionalis kiri dan getol memperjuangkan kemerdekaan negerinya dari kolonialisme Belgia. Menjabat sebagai Perdana Menteri pertama setelah terpilih secara demokratis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline