Lihat ke Halaman Asli

Tanpa Keadilan Norma Hukum Sia-sia Belaka

Diperbarui: 24 Juni 2015   13:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13689592591523711437

(gambar: ighiers.blogspot.com)

"Ciri orang beriman ialah jika dia datang ke suatu tempat orang merasa senang dengan kehadirannya. Jika dia pergi, orang merasa kehilangan dengan kepergiannya."

Norma etik bersifat absulut, apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh manusia. Etik adalah filsafat tentang moral. Etik membahasa apa yang baik dan apa yang buruk untuk menuntun prilaku manusia. Immanuel Kant mengatakan bahwa sifat norma etik adalah du sollst und du sollst nicht, -- apa yang wajib dilakukan dan apa yang wajib dijauhi. Secara umum ada 2 kategori norma etik yakni norma yang bersumber dari ajaran agama dan norma yang bersifat sekular hasil perenungan filosofis. Berbeda dengan norma sopan santun dan norma hukum, norma moral lebih bersifat universal dan umumnya diterima manusia. Norma Norma etik dapat dikatakan sebagai norma dasar, yang selanjutnya membentuk norma sopan santun dan norma hukum. Norma sopan santun bersifat konvensional, tergantung kebiasaan dan penerimaan suatu masyarakat. Karena itu bisa berbeda satu dengan yang lain. Norma hukum, jika dikaitkan dengan norma hukum tertulis, dirumuskan dan disahkan oleh suatu institusi yang mempunyai otoritas untuk itu. Karena itu norma hukum tertulis, jelas kapan mulai berlaku dan kapan tdk berlaku lagi. Norma etik karena sifatnya sebagai norma dasar, dipandang ada sejak semula, norma norma itu dianggap inhearent dengan keberadaan manusia. Karena itu tanpa etik, manusia bisa kehilangan sifat kemanusiaannya yang hakiki. Karena itu etik harus mendasari seluruh aktivitas manusia, baik dalam pikiran maupun dalam ucapan dan tindakan. Karena itu, mustahil memisahkan etik dari politik. Mustahil pula memisahkan etik dengan seni, memisahkan etik dengan bisnis dst Dalam pandangan saya, etik yang bersifat religius mempunyai basis untuk ditaati, lebih kuat dari etik yang bersifat sekular. Sebagai filsafat, etik berurusan dengan rasio manusia. Namun sebagai penuntun prilaku, etik harus masuk ke dalam hati dan perasaan manusia. Etik yang masuk ke dalam hati dan perasaan manusia membangun apa yang disebut sebagai kesadaran etik. Manusia sadar apa yg baik dan apa yg buruk. Iman kepada Tuhan dan hari akhirat, dimana perbuatan baik akan dibalas dengan kebaikan dan sebaliknya, mendorong kepatuhan terhadap etik. Prilaku yang didasarkan pada etik diyakini dan dirasakan sebagai prilaku yang sejalan dengan kesadaran hati nurani manusia. Karena prilaku etis sejalan dengan kesadaran hati nurani, maka tindakan etis akan menimbulkan kepuasan batin dan kebahagiaan. Tindakan tidak etis karena melawan kesadaran hati nurani, bisa menimbulkan konflik dan siksaan batin bagi manusia. Secara ideak, norma etik harus mendasari pembentukan norma hukum. Al Ghazali, Ibn Hazm dan Santo Agustinus berpandangan sama; Norma paling dasar dalam norma etik adalah keadilan. Norma inilah yang harus menjadi acuan utama dalam membentuk norma hukum. Tanpa keadilan, norma hukum sia sia belaka. Bahkan tidak pantas dihormati dan dipatuhi sebagai norma hukum yabg mengikat. (selesai) Oleh: Prof. Yusril Ihya Mhd

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline