Lihat ke Halaman Asli

Al Fath Cahya Ryandana

Mahasiswa Psikologi Uhamka

Cinta Menurut Psikologi Tasawuf

Diperbarui: 24 Juni 2024   16:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Apa itu cinta? Mungkin pertanyaan ini adalah pertanyaan paling tidak asing di telinga kita, namun jawabannya pastinya masih menjadi misteri, hal ini disebabkan kita bisa menyadari keberadaan cinta namun sulit mengungkapkannya dengan kata-kata. Cinta yang tulus ialah cinta yang tidak mengenal usia maupun status sosial, baik tua maupun muda bahkan kaya ataupun miskin, dari keluarga terpandang ataupun tidak, itu semua gugur di hadapan cinta. Jika seseorang sudah saling mencintai dengan cinta yang sebenarnya maka mereka akan melupakan segala kekurangan masing-masing. Menurut sudut pandang psikologi tasawuf seseorang bisa dikatakan mencintai sesuatu apabila jiwa di dalam dirinya sudah melebur menjadi satu dengan apa atau siapa yang dicintai, seperti kisah cinta melegenda dari kalangan sufi yaitu kisah cinta yusuf dan zulaikha. 

Pada kisah tersebut diceritakan bahwa Zulaikha jatuh cinta pada Yusuf sang mentari yang sangat menawan, namun Yusuf menolak cintanya dikarenakan saat itu Zulaikha memiliki keyakinan yang berbeda, lalu Zulaikha pun mulai meniru semua yang dilakukan oleh Yusuf, sampai akhirnya Zulaikha pun menemukan sumber cahaya yang sebenarnya melalui pantulan cahaya Yusuf, yaitu Cahaya Ilahi. Ketika Zulaikha sudah memiliki keyakinan yang sama dengan Yusuf, Tuhan memerintahkan Yusuf untuk menikahi Zulaikha, namun apa jawaban Zulaikha? Sang rembulan mengatakan bahwa dia harus meminta izin dulu pada Tuhannya, karena hatinya sudah full untuk Tuhan. Dari kisah tersebut bisa kita lihat bagaimana cinta Zulaikha kepada Yusuf di awal adalah fatamorgana dari pantulan cahaya yang mengantarkannya pada sumber cahaya yang sebenarnya.

 Padahal pada awalnya dikisahkan bahwa Zulaikha benar-benar memiliki kekaguman pada Yusuf, sampai mengikuti apapun yang dilakukan oleh Yusuf, namun itu semua hanyalah kecintaan pada kefanaan duniawi yang akhirnya mengantarkan Zulaikha pada kecintaan abadi yaitu kecintaannya pada Sang Pencipta. Bahkan ketika Tuhan memerintahkan Yusuf untuk menikahi Zulaikha, Zulaikha meminta izin terlebih dahulu kepada Tuhannya karena di dalam hatinya sudah tidak ruang lagi bagi siapapun bahkan dirinya, atau bahkan orang yang selama ini membuatnya terkagum-kagum yaitu Yusuf, karena di dalam hati Zulaikha sudah penuh seluruhnya untuk Tuhan. Dari cerita tersebut kita bisa melihat bahwasannya cinta yang sejati menurut pandangan psikologi tasawuf adalah kondisi dimana seseorang sudah menghilangkan sifat ke-akuan dalam hatinya dan menghadirkan secara penuh siapa atau apa yang dicintai ke dalam hatinya. Dengan begitu orang tersebut akan mencintainya dengan tulus, totalitas, dan larut dalam cintanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline