Lihat ke Halaman Asli

Bakorkamla Sang Koordinator 12 Pengawal Laut

Diperbarui: 24 Juni 2015   04:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki wilayah laut yang lebih luas daripada wilayah daratannya. Dalam meratifikasi UNCLOS 1982 melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut) yang berlaku efektif sejak Nopember 1994, maka luas wilayah laut Indonesia adalah 5,8 juta km² atau sekitar 75% dari total luas wilayah. Wilayah laut tersebut terbagi ke dalam 3 zona yang terdiri dari 0,8 % juta km² Laut Teritorial, 2,3 juta km² Perairan Kepulauan dan 2,7 juta km² Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Dengan memiliki panjang garis pantai 99.093 kilometer (Badan Informasi Geospasial; 2013) serta memiliki 17.504 pulau (Kemendagri; 2004) telah menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Posisi geografis Indonesia yang strategis juga memiliki peran penting dalam jalur pelayaran perdagangan dunia, setidaknya Indonesia memiliki 3 Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yaitu kawasan barat, tengah dan timur.

Wilayah laut Indonesia yang begitu luas membutuhkan peranan besar dalam menjaga kedaulatan dan keamanan Negara atas laut. Untuk menjawab tantangan tersebut, Indonesia telah mengeluarkan berbagai regulasi yang memberikan kewenangan ke banyak instansi dalam penyelenggaraan penegakan hukum dan keamanan laut. Namun dengan banyaknya instansi yang terlibat dalam masalah pengelolaan laut ternyata telah menimbulkan masalah tersendiri yang mengkhawatirkan. Belum komprehensifnya antar instansi tersebut dalam melaksanakan fungsinya bisa mengakibatkan tumpang tindih kewenangan dikarenakan tidak adanya sang koordinator yang menjadi pusat komando dari berbagai instansi yang terlibat dalam mengawal laut. Demi melindungi kepentingan nasional di laut, agenda pengamanan laut Indonesia yang terstruktur dan terpadu adalah suatu keharusan. Kemudian akhirnya pemerintah membentuk suatu badan yang bertugas mengkoordinasikan sektor keamanan laut. Maka dibentuklah Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla).

Bakorkamla sebenarnya telah ada sejak tahun 1972 melalui Keputusan Bersama Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata No.KEP/B/45/XII/1972, Menteri Perhubungan No.SK/901/M/1972, Menteri Keuangan No.KEP.779/MK/III/12/1972, Menteri Kehakiman No. J.S.8/72/1 dan Jaksa Agung No.KEP-085/J.A/12/1972 tentang Pembentukan Badan Koordinasi Keamanan di Laut dan Komando Pelaksana Operasi Bersama Keamanan di Laut. Namun dengan adanya perubahan tata pemerintahan serta bertambahnya jumlah instansi yang terlibat dalam keamanan laut. Maka untuk mengoptimalkan tugas dan fungsi sang koordinator dengan mengingat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia yang baru, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2005 Tentang Badan Koordinasi Keamanan Laut. Sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, Bakorkamla memiliki tugas melakukan perumusan dan penetapan kebijakan umum di bidang keamanan laut, melakukan koordinasi kegiatan dan pelaksanaan tugas di bidang keamanan laut yang meliputi kegiatan penjagaan, pengawasan, pencegahan dan penindakan pelanggaran hukum serta pengamanan pelayaran dan pengamanan aktivitas masyarakat dan pemerintah di wilayah perairan Indonesia serta pemberian dukungan teknis dan administrasi di bidang keamanan laut secara terpadu.

Kehadiran Bakorkamla merupakan pilihan kebijakan yang bisa menjawab berbagai kompleksitas permasalahan yang ada, baik terkait hukum maupun keamanan laut. Bakorkamla memiliki peran penting dan strategis untuk membangun sinergi dari berbagai instansi yang terkait dengan keamanan laut melalui pola koordinasi, dengan tujuan terjaminnya kepentingan nasional sektor laut. Meskipun kadang kala fungsi koordinasi tidak mudah dilaksanakan, mengingat setiap permasalahan keamanan laut melintasi dimensi sektoral yang begitu rumit.

LPNK yang di komando oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan ini memiliki 12 anggota yang terdiri dari 1). Menteri Luar Negeri, 2). Menteri Dalam Negeri, 3). Menteri Pertahanan, 4). Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, 5). Menteri Keuangan, 6). Menteri Perhubungan, 7). Menteri Kelautan dan Perikanan, 8). Jaksa Agung, 9). Panglima Tentara Nasional Indonesia, 10). Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, 11). Kepala Badan Intelijen Negara, 12). Kepala Staf TNI Angkatan Laut. Dalam keseharian melaksanakan tugas dan fungsinya, Bakorkamla dipimpin oleh Kepala Pelaksana Harian (Jabatan Struktural Eselon I.a).

Dinamika permasalahan keamanan laut yang begitu kompleks menjadi semakin rumit dengan tumbuhnya instansi-instansi baru di daerah yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangannya sendiri. Instansi di daerah yang terkadang masih memiliki ego sektoral kewenangannya serta tidak paham dalam mengimplementasikan regulasi yang ada mengakibatkan instansi tersebut enggan melakukan koordinasi antar instansi keamanan laut. Akibatnya tanpa disadari sistem birokrasi yang rumit nan panjang telah terbangun kokoh dengan sendirinya. Terjadinya biaya tinggi yang terjadi saat ini bagi pelaku industri maritim adalah salah satu efek terbesarnya. Bakorkamla yang berpusat di Ibukota Negara belum mampu untuk mengurai benang merah yang terjadi di berbagai daerah. Kebijakan-kebijakan nasional dalam hal keamanan laut yang diterbitkan, masih belum ampuh untuk menngkoordinir berbagai instansi tersebut.

Bila melihat ke beberapa negara berbasis maritim, masalah keamanan laut biasanya di kelola oleh Badan Penjaga Pantai (Coast Guard). Badan tunggal yang berfungsi multivisi ini bertugas sebagai lembaga penegakan hukum di laut serta menjaga keamanan dan keselamatan pelayaran. Sebenarnya di Indonesia niat untuk membentuk badan tersebut telah ada dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran. Bab XVII Penjagaan Laut dan Pantai (Sea and Coast Guard) Pasal 276 - 281 telah mengamanatkan untuk membentuk Badan Penjagaan Laut dan Pantai paling lama setelah 3 tahun terbitnya Undang-Undang Pelayaran tersebut. Kini telah memasuki tahun ke-5 pada 2013, rancangan peraturan pemerintah turunan yang akan dijadikan dasar pembentukan badan tersebut pun masih mandek. Konflik kepentingan yang kerap terjadi dan telah memasuki tahun politik, sepertinya akan mengulur waktu tanpa batas. Pembentukan lembaga coast guard tetap masih menjadi impian demi mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline