Lihat ke Halaman Asli

Dilema Sutarman, antara Tugas dan Kewibawaan Polri

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14219699101958706144

[caption id="attachment_365774" align="alignnone" width="780" caption="Mantan Kapolri Jendral Sutarman nasional.kompas.com"][/caption]

Pergantian Kapolri yang berlangsung alot dan rumit oleh Presiden Jokowi diketahui betul oleh mantan Kapolri sebagaimana penuturannya bahwa Sutarman mengetahui apa yang terjadi di tubuh Polri, "Saya tahu banyak masalah di kepolisian dan negeri ini, tapi saya tidak akan bicara banyak," ujar Sutarman dalam amanat upacara penyerahan tugas, wewenang, dan tanggung jawab Kapolri kepada Wakapolri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti di Rupatama, Mabes Polri, Rabu (21/1/2015).

Kegelisahan Sutarman ini mengingatkan pada George Orwell mantan perwira polisi zaman penjajahan yang di tugaskan di Burma yang kemudian membenci pekerjaan kepolisian dan meninggalkannya untuk selamanya, Orwell kala itu bertugas mengamankan masyarakat dari amukan seekor gajah yang menginjak mati seorang kuli dari India, dengan gigih dan semangat Orwell mengejar gajah menggunakan bedil bersamaan diikuti warga desa sampai di persawahan. Namun apa disangka gajah itu terdiam santun sedang makan rumput dan sangat jinak. Sebagai seorang polisi Orwell yakin betul bahwa tidaklah bijaksana untuk menembak mati gajah itu, Selain membunuh multifungsi yang sangat berharga juga akan berdampak kerugian besar bagi pemiliknya. Namun, pada saat sama ia juga sadar ia akan tampak sangat bodoh di hadapan warga masyarakat dengan wajah penuh harap bilamana tidak melakukannya.

Alhasil Orwell menembak mati gajah itu dari jarak yang sangat dekat. Cara yang sangat tidak efektif dan pengecut ini sengaja dipilih Orwell semata-mata agar tidak ditertawakan dan menghina institusi kepolisian.

Pilihan Jendral Sutarman untuk diam mengenai kondisi Polri seperti halnya pilihan Orwell yang menembak mati gajah yang semata-mata karena untuk menjaga institusi kepolisian. Jika gajah mati satu, maka akan lahir gajah-gajah berikutnya. Sebagaimana hilangnya Sutarman dari Kapolri akan tergantikan oleh Sutarman-sutarman berikutnya.

Jika Orwell tidak membunuh Gajah, kemungkinan besar warga desa tidak akan mempercayai institusi kepolisian biarpun hanya diwakili Orwell dan anak buahnya. Sebagaimana jika Sutarman ikut larut membeberkan semua permasalahan yang ada di tubuh Polri, maka akan berdampak ketidak percayaan masyarakat terhadap institusi polri, ditambah lagi kesalahan di internal tubuh polri tidak dilakukan oleh semua anggota polri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline