[caption id="" align="aligncenter" width="715" caption="3 Sukses Aktualisasi Sumpah Pemuda, sumber : fotogambar-terbaru.blogspot.com"][/caption]
(Refleksi Peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-86)
BILA menghitung mundur, hari ini, Selasa (28/10/2014) tepat 86 tahun sumpah pemuda dikumandangkan. Pada 27-28 Oktober 1928 lalu, dihelat Kongres Pemuda Kedua di Jakarta. Pertemuan tersebut melahirkan ikrar sumpah pemuda, yang isinya :
Pertama: Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia. Kedoea: Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, Bangsa Indonesia. Ketiga: Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, Bahasa Indonesia.
Sumpah pemuda adalah perwujudkan semangat pemuda Indonesia kala itu untuk menegaskan cita-cita berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sebagai generasi pelanjut, sudah sepatutnya, pemuda Indonesia masa kini melanjutkan cita-cita para pendahulunya.
Namun, apa hendak dikata. Keadaan berkata lain. Pemuda Indonesia masa kini sedang berada di persimpangan jalan. Pemuda Indonesia yang notabenenya harus memberi kontribusi kepada bangsa dan negara, malah menjadi beban.
Di kehidupan nyata, bermunculan problem sosial yang berkaitan dengan dengan pemuda. Sebut saja tawuran antar pelajar dan mahasiswa, seks bebas, dan penggunaan narkoba.
Dari data yang tercatat, pemuda Indonesia yang terjerat kasus narkoba sebanyak 26,4 persen. Catatan kepolisian, pelaku narkoba pada triwulan I-2012 adalah pemuda, baik sebagai pengedar maupun pengguna. Ditambah lagi rendahnya akhlak pemuda kita yang angkanya mencapai 15,5 persen. (Kompas, 28/10/2013).
Bahkan, yang tak kalah mengerikan, di Yogyakarta 97,05 persen mahasiswa pernah melakukan aborsi karena hamil di luar nikah. "54 persen di Surabaya, 47 persen di Bandung, dan 52 persen di Medan, dan Jabodetabek 51 persen," ungkap Kasubid Kesehatan Seksual BKKBN, Wahyuni. (Okezone, Senin 29/11/2010).
Penyakit masyarakat (pekat) tersebut adalah secuil bukti bahwa pemuda kita sedang mengalami sakit kronis.
Namun demikian, ditengah carut-marutnya persoalan pemuda saat ini, masih ada secercah harapan. Pemuda Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) tampil digarda terdepan. Pemuda LDII tambil membawa perubahan di berbagai lini. Pemuda LDII berpengaruh positif dan tidak terpengaruh pada situasi negatif.
Tri Sukses
[caption id="" align="aligncenter" width="484" caption="Pemuda Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), sumber : web resmi LDII "]
[/caption]
LDII memiliki program unggulan yang disebut “Tri Sukses Generasi Penerus”. Pertama, LDII menargetkan, pemuda digembleng menjadi generasi yang alim dan fakih dalam urusan agama.
Tak dapat dipungkiri bahwa pondasi agama menjadi modal dasar pembentukan karakter seseorang.
Oleh sebab itu, ajaran agama penting dan harus melekat di dalam sanubari setiap anak bangsa. Sebab alasan itulah, LDII menargetkan, pemuda harus menjadi generasi yang alim dan fakih agar tidak terpengaruh oleh kondisi yang bagaimanapun.
Kedua, pemuda dididik menjadi pemuda yang berakhlakul karimah. Hal ini sejalan dengan konsep revolusi mental yang digagas oleh Presiden Joko Widodo. Mentalitas pemuda Indonesia harus berubah kearah yang lebih baik. Pemuda dimata LDII, haruslah tetap memegang nilai-nilai budi pekerti yang termaktub di dalam ajaran Quran dan Hadis. Sebab, Nabi Muhammad SAW diutus ke permukaan bumi untuk menyempurnakan akhlak.
Ketiga, pemuda diarahkan untuk menjadi pemuda yang memiliki kemandirian. LDII mengarahkan generasi muda untuk menjadi generasi yang profesional, berdaya saing, kompeten dan mampu berkompetisi diajang persaingan global. Sebab itu, pemuda LDII mendapatkan keterampilan dan kecakapan hidup (life skill).
Profesional-Religius
Jika pada umumnya, pemuda banyak menghabiskan waktu dengan berfoya-foya dan mencari kesenangan, maka beda halnya dengan pemuda LDII. Di lingkup LDII, pemuda mendapat arahan melalui forum pengajian yang rutin digelar.
Ditingkat Pimpinan Anak Cabang (PAC), pengajian pemuda digelar minimal 2 kali seminggu. Untuk tingkat Pimpinan Cabang (PC), digelar pengajian 2 kali sebulan. Sedangkan ditingkat Dewan Pimpinan Daerah (DPD), rutinitas pengajian sekali dalam sebulan.
Padatnya pengajian tersebut berimplikasi positif pada kurangnya waktu untuk bersantai-santai. Dengan demikian, keinginan untuk melakukan perbuatan yang meresahkan masyarakat dapat diminimalisir.
Ditengah permasalahan pemuda yang terus berkembang, ternyata tumbuh tunas-tunas unggul. Merekalah pemuda binaan LDII. Mereka mampu bertahan di tengah badai kerusakan zaman. Mereka adalah generasi unggul dizamannya yang profesional-religius.
Pemuda LDII jauh dari gaya hidup foya-foya. Generasi yang jauh dari seks bebas. Melainkan mereka tumbuh sebagai generasi yang alim/fakih, berkahlakul karimah dan mandiri. Diharapkan, pemuda LDII mampu mentransformasikan diri menjadi harapan pada founding fathers. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H