Lihat ke Halaman Asli

Vila Almira

Universitas Udayana

Gibran Maju Pilpres, Putusan Mahkamah demi Keluarga?

Diperbarui: 26 Oktober 2023   20:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prabowo-Gibran dan partai Koalisi Indonesia Maju melaksanakan proses pendaftaran Capres dan Cawapres pemilu 2024 di KPU. Foto: Instagram @prabowo

Prabowo Subianto bersama koalisi pengusungnya, Koalisi Indonesia Maju, dengan resmi  mengumumkan putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, sebagai bakal calon wakil presiden yang mendampinginya pada Minggu, (22/10/2023), setelah mendapat restu dari Jokowi.

Potensi penyalahgunaan wewenang, nepotisme, hingga ancaman suburnya politik dinasti dinilai oleh pengamat politik akan mewarnai jalannya Pilpres 2024, menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang batas usia pada Senin (16/10/2023).

Melalui putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, MK memperbolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres) selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum.

Lewat putusan “Wakil Tuhan” tersebut jalan putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka terbuka untuk menjadi Cawapres mendampingi Prabowo Subianto. Atas pengabulan tersebut, kritik dilancarkan kepada MK yang diplesetkan menjadi ‘Mahkamah Keluarga’.

Ada kekhawatiran bahwa MK terlibat dalam praktek-praktek yang merugikan prinsip keadilan dan netralitas dengan memanfaatkan celah undang-undang untuk keluarga tertentu. Menanggapi hal tersebut, Jokowi tak ambil pusing dianggap melanggengkan politik dinasti dan berkilah serahkan ke rakyat saja.

Seperti yang kita tahu, Partai Solidaritas Indonesia yang mengajukan uji materi saat ini dipimpin adik kandung Gibran, Kesang Pangarep. Dua pemohon uji materi lainnya juga terang-terangan mengaku sebagai penggemar Gibran. Sementara Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman, yang mengetuk palu perubahan persyaratan capres cawapres, tidak lain adalah adik ipar Jokowi (paman Gibran).

Beberapa pihak kemudian mempertanyakan apakah ini merupakan bentuk kesengajaan sebagai karpet merah bagi Gibran untuk menjadi cawapres? Bila putusan MK sampai melapangkan jalan untuk Gibran, maka jangan salahkan orang yang menyebut MK sebagai ‘Mahkamah Keluarga’.

Ketua YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) Muhammad Isnur, menyikapi unsur konflik kepentingan yang dilakukan ketua hakim MK Anwar Usman dalam 3 pelanggaran kode etik. Yang pertama, prinsip integritas, independensi, serta faktor kepatutan atau kepantasan menjadi tolak ukur utama bagi Isnur mengapa YLBHI tak melihat bahwa Anwar Usman akan bersikap independen dalam putusan ini.

Keterlibatan Anwar Usman dalam mengubah putusan MK bukan sekadar asumsi belaka, lantaran diungkap langsung oleh hakim konstitusi Saldi Isra dalam sidang yang digelar Senin lalu. Tidak sepatutnya seorang hakim yang terikat hubungan keluarga ikut membahas dan memutus perkara batas usia ini.

Hal ini juga termaktub dalam ketentuan pasal 17 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa hakim yang terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai garis ketiga dengan para pihak yang berperkara wajib mengundurkan diri, maka putusan hakim itu tidak sah, diberi sanksi administratif dan dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline