Kritik Cerpen
Lampion Merah Milik Li Mei
Karya: Tati Y Adiwinata
Menurut saya cerpen karya Tati ini sungguh dipenuhi oleh makna cinta yang salah dan dalam. Ini memperlihatkan rasa cinta yang tak kenal batasan, dan menggebu-gebu tanpa melihat segi agama maupun norma. Mereka berawal dari hubungan sahabat, tetangga, dan melahirkan cinta yang salah dan tak layak ada.
Lampion merah milik Li Mei adalah judul yang tepat untuk kisah cinta Ahmad yang sangat dalam, tulus, terlalu memaksakan dan sungguh menggambarkan betapa menawannya Li Mei. Li Mei dan Ahmad adalah sahabat dan tetangga dekat, Rasa dekat itu terbawa hingga mereka dewasa. Permainan favorit berjalan dialtar yang berbeda selalu mereka resapi agar semoga itu menjadi nyata. Hubungan keluarga mereka juga sungguh harmonis.
Sampai beranjak dewasa, Perbedaan dan ketidakmungkinan itu semakin terlihat, Perihal agama, selalu menjadi sekat tebal yang sukar. Ahmad dan Li Mei selalu memaksakan Amin mereka sama ditengah perbedaan yang kentara. Mereka tetap memainkan permainan Favorit mereka. Didalam cerita milik Tati ini, konfliknya ialah ketika malam itu tiba, gudang busa milik ayah Li Mei menjadi saksi betapa Tuhan pun murka. Dan Wajar bila tetangga menyatakan hal salah dan kasar, karena Ahmad, bahkan tidak punya nyali untuk menjaga Li Mei, mempertahankan kehormatan nya saja dia gagal.
Ahmad pergi. Hubungan mereka usai, Wajar itu berakhir. Karena awal yang mereka jalani itu salah. Dalam cerita milik Tati, akhirnya ialah Li Mei yang berbahagia dengan sosok baru dan anaknya, anak berwajah duplikat Ahmad, yang menjadi Pertanyaan Ahmad sendiri ketika sudah 5 tahun kejadian itu terjadi.
Sungguh cerpen yang menarik. Pembaca diajarkan untuk merasakan kisah ketulusan cinta yang salah jika tak mengenal batasan. Diksi yang dipilih penulis sungguh membuat pembaca bisa hanyut ikut kedalamnya. Penggambaran tokoh pun sangat bagus. Namun, dalam cerpen karya Tati sendiri ini pun memiliki akhir yang kurang memuaskan dan menggantung. Cerita ini tidak layak untuk dibaca anak dibawah umur. Terlebih dari itu, menurut saya cerpen milik Tati ini pun sulit untuk ditebak, membuat kisah ini menarik.
Cerita ini pertu diakui, berhasil membuat kisah yang imajinatif yang seakan nyata dan bertumpu pada kalimat yang bernada puitis. Dengan demikian, cerpen karya Tati ini membawa kita pada pemahaman cinta yang tulus namun salah, Penulis yakni Tati sendiri mungkin menginginkan akhir dari menemukan mereka yang harus berakhir, untuk bahagia yang lebih layak dan berhak ada dengan lama. Bukan Sementara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H