Lihat ke Halaman Asli

Kota Gorontalo; Entrepreneur, Wisata dan Historis

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

130285873296954793

[caption id="attachment_102493" align="alignnone" width="350" caption="Festifal Tombilotohe Gorontalo"][/caption]

Trend globalisasi berdampak pada kehidupan masyarakat yang semakin disibukan oleh agenda trade (perdagangan) dan konsumsi. Kesemuanya merupakan perwujudan dari dunia yang dikatakan modern. Perwujudan dunia modern saat ini merambah ke seluruh pelosok bumi, tidak terkecuali kota Gorontalo yang pernah mencatatkan diri sebagai pusat kerajaan Gorontalo dan kemudian sejak berdirinya provinsi Gorontalo perkembangannyapun semakin pesat, terutama dalam hal fisik material (gedung, jalan, jembatan dan lain sebangainya).

Saat ini misalnya, kita tidak sulit lagi mencari supermarket, mall dan pusat-pusat perbelanjaan lainnya di kota Gorontalo, sesuatu yang tidak pernah terbayangkan pada dekade 90an. Selain pusat perbelanjaan, pusat informasi semisal warung internet pun turut menjamur di kota Gorontalo, restouran dengan aneka sajian menu ditambah banyaknya unit usaha yang dibangun oleh masyarakat Gorontalo semakin memperkukuh statusnya sebagai kota entrepreneur. Sebuah slogan yang dilekatkan untuk kota Gorontalo pasca dilantiknya walikota Adhan Dambea dan wakilnya Feriyanto Mayulu pada tahun 2008. Sebelumnya kata entrepreneur banyak dikenal sebagai visi pemerintahan gubernur Gorontalo Fadel Muhammad yang ingin menumbuhkan jiwa kewirausahaan di kalangan masyarakat Provinsi Gorontalo.

Diangkatnya slogan kota entrepreneur bagi kota Gorontalo dipastikan memiliki alasan tertentu misalnya perdagangan yang tumbuh pesat di kota ini dan belakangan menjadi salah satu pusat perdagangan di kawasan utara Sulawesi. Dengan slogan kota entrepreneur berarti kota Gorontalo akan diarahkan pada pembangunan setiap sektor yang menunjang visi besar tersebut. Misalnya pembangunan Bank, infrastruktur jalan raya, jembatan, penataan (penertiban pedagang) pasar, termasuk penggusuran pendagang kaki lima. Kesemuanya merupakan langkah yang diambil oleh pemerintah demi mewujudkan entrepreneur city in Gorontalo. Selain masalah perdagangan nampaknya satu hal yang tidak luput dari perhatian pemerintah adalah pembangunan sektor hiburan dan pariwisata di kota Gorontalo sehingga saat ini lengkaplah sudah gelar kota modern bagi kota ini, dimana trade, tourism, teknologi, transportasi menyatu di dalamnya1.

1.Unsur Globalisasi dan modernisasi yang dikemukakan oleh Basri Amin dalam artikel “Generasi Muda dan Globalisasi” pada acara Curah Pendapat yang digagas oleh KNPI Kab. Gorontalo tanggal 31 Oktober 2009.

Mindset kota Gorontalo yang diarahkan pada kemajuan sebagaimana disebutkan diatas, sekilas tidak berdampak dan malah membantu sebagian besar warga yang mingkin kekuranganpekerjaan, tingkat pendidikan rendah dan tidak bermodal. Namun kemudian perlu diingat bahwa euphoria pembangunan serta tingginya budaya plagiat, sehingga berusaha merubah semua tatanan yang telah ada, akan berdampak pada pemusanahan warisan masa lampau yang tidak dapat diciptakan saat ini dan ditemukan di tempat lain. Salah satu warisan maha penting di kota Gorontalo adalah kota tua, baik bagunan yang ada sebelum dan sejak zaman kolonial Belanda maupun yang diciptakan pasca kemerdekaan sampai dekade 70an. Bangunan tersebut terutama berdiri apik di sekitar alun-alun Taruna Gorontalo, sampai masjid agung Baturrahim. Kesemuanya masih menampakan ciri kota tua yang begitu khas sampai akhir millennium kedua.

Perubahan besar untuk beberapa bangunan di sekitar lokasi tersebut terjadi pasca penetapan Gorontalo sebagai satu adiministrasi provinsi tersendiri. Kita melihat kemudian bahwa warisan sejarah yang ada di samping Bank BRI cabang Gorontalo pun menjadi tumbal untuk dijadikan sebagai hotel termewah (Quality Hotel) di provinsi Gorontalo. Banyak kalangan yang mempersoalkan konversi dan pembabatan salah satu situs sejarah tersebut namun modal nampaknya begitu perkasa untuk mengalahkan semuanya.

Dalam hal tata ruang kota (city palanning), seharusnya perlu perencanaan dan visi pembangunan yang berorientasi masa depan dengan tanpa mengabaikan masa lalu sehingga kota tua tidak hilang dengan cepat karena tangan manusia. Sebuah langkah yang bijak apabilah di kota Gorontalo terjadi pembagian antara kota baru (pembagunan dan perluasan kota) dan kota tua yang tidak perlu dirubah lagi tetapi hanya ditata agar tetap indah dan menarik untuk dikunjungi. Pelestarian kota tua sebagai salah satu situs sejarah memang belumlah pepoler untuk kota-kota di pulau Sulawesi, ini sangat berbeda misalnya dengan yang terjadi di pulau Jawa khususnya kota Jakarta yang telah memisahkan antara kota tua dan daerah perluasan pemukiman. Kota tua di Gorontalo memiliki ciri tersendiri dan tidak akan pernah sama dengan kota tua di daerah lainnya. Sehingga sangat mustahil untuk mewujudkannya kembali apabilah kota ini punah karena digantikan oleh gaya dan pola arsitek modern.

Untuk masa yang akan datang pola seperti ini nampaknya perlu digalakan oleh pemerintah kota, sebab tidak ada yang bisa menjamin bahwa kota yang telah di bangun pertama kali oleh Sultan Botutihe (1728-1855 M)2 dan diperkukuh oleh rezim kolonial Belanda ini akan bertahan setidaknya untuk lima dekade kedepan. Apabila pola penataan ini berhasil maka kota Gorontalo akan tumbuh menjadi kota modern yang tidak pernah melupakan masa lalunya sehingga akan terkadung tiga unsur yang menjadi cita-cita besar kita besama yaitu, modern, historis dan dinamis dalam sebuah kota.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline