Manusia punya insting, jika ada binatang yang tajam nalurinya dan mengandalkan insting masa sih orang tidak bisa begitu, tidak perlu keakuratan cukup reaksi keyakinan nyatakan saja itu benar tidak perlu pembuktian dalam fakta sebagai wujud bukti dan saksi, biarkan saja pengetahuan manusia tentang insting bekerja, natural
Biarkan saja tidak mengikuti kitab undang-undang hukum pidana maupun perdata, pasal sekian ayat anu, mah naluri itu bukan untuk dijadikan bahan bukti dan kepuasan hukum atau menyatakan pembuktian kebenaran secara syah untuk dijadikan pembuktian, insting itu menyendiri dan khusus relasinya kepada kekuasaan lain.
Angsa, anjing, kelelawar, dan beberapa ekor burung bisa menetapkan akan datangnya sesuatu hal misalnya hujan atau bencana. Masyarakat mengetahui dan mempercayainya sebagai isyarat akan adanya itu adapun terbukti apa engga tinggal saja menunggu, biasanya isyarat-isyarat itu akan menghasilkan sesuatu yang tercipta dari gerakan kolaburasi alam , turun dah hujan atau wedus gembel bersama debu.
Apalagi manusia, tanpa harus mengandalkan hal-hal substansi terhadap konteks teks tertulis malahan instingnya lebih bagus dari segala makhluk, jika tidak mampu membuktikan secara khusus dalam bentuk hukum-hukum pengadilan, jika insting atau naluri itu menyentuh hakekatnya seperti putik yan diserbuki angin, dua, puluhan, ratusan dan ribuan orang merasa memiliki kesamaan naluri dan insting, cukuplah sudah!
Tunggu saja isyarat lain dari kesepakatan insting bersama pasti akan ada datang sangsi-sangsi kepada orang dituju yang telah melakukan hal-hal melanggar norma kesusilaan dan moral karena jika dia membohongi publik dalam keadaan itu, maka kecelakaan-kecelakaan dalam bentuk lain akan menghampirinya bisa saja, sakit, kecelakaan, tuntutan hukum lain yang berbeda, tuntutan pencemaran nama baik, yang mengakibatkan orang tersebut serupa mendapati hukumannya yang setimpal dengan apa yang dia ingkari
Jika tidak!, maka insting itu tidak berlaku, tetapi kejujuran lebih baik untuk menyelematkannya dari penyakit-penyakit akibat hukum lain yang memukul tercipta dari gumpalan-gumpalan dusta dan kebohongan, semakin menjauh dan beralasan-alasan semata karena malu dan takut, semakin dekatlah kenyataan itu, pasti dan terbukti!, semuanya berpulang kepada yang bersangkutan memilih bertobat atau menunggu hukuman yang biasanya lebih menyakitkan dari semestinya, bagaimana insting mu ?, ngopi dulu a ( cafein morning)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H