Idul Fitri kali ini, 1 Syawal 1441 H atau tahun 2020 Masehi, kita mendapatkan suasana idul fitri yang jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Idul Fitri yang tidak biasa, Idul Fitri yang "aroma serta rasa" yang belum pernah terbayangkan sama sekali oleh kita semua.
Sebelum sampai di hari fitri nan suci ini, diperjalanan sebelumnya pada bulan suci ramadhan kita pun juga sudah "dipaksa" untuk merasakan serta menjalankan bentuk ibadah ramadhan dengan bentuk yang agak berbeda dengan adanya penyekatan serta pembatasan model social distancingnya.
Moment mudik yang senantiasa ditunggu oleh mereka, baik siapa saja yang hidup dirantau dengan berat hati harus mengurungkan jauh-jauh niatnya untuk mudik demi memenuhi anjuran pemerintah untuk tidak mudik . Stop mudik dan melakukan perjalanan pulang kampung, hingga pemberlakuan #TidakMudik dari pemerintah.
Karena pemerintah telah memberlakukan larangan mudik secara tegas dan jelas, alhasil moment-moment mudik yang biasanya menjadi sebuah topik hangat yang senantiasa dibicarakan selama bulan suci ramadhan itupun menjadi pudar.
Lantas bagaimana mengobati rasa kangen serta rindu bagi mereka yang jauh dari orang tua serta sanak saudara dan handai tolan merekan nan jauh disana. Dirantau diluar pulau, bahkan mungkin masih ada mereka yang bekerja diluar negeri sebagai TKI maupun TKW.
Silaturahmi yang menjadi ciri khas dari pada Idul Fitrai itu sendiri pun, serasa menjadi tersamarkan dan tertiadakan. Jabat tangan serta "sungkem" yang menjadi moment penentu dari etika silaturahmi ber-Idul Fitri harus jauh-jauh kita tanggalkan demi menghindari penyebaran lebih jauh lagi mata rantai covid-19, virus Corona yang menjadi predator massal penyebab penyakit baru yang sedang melanda diberbagai penjuru belahan dunia termasuk negeri kita tercinta, Indonesia.
Dengan begitu, untuk kali ini kita benar-benar dipaksa untuk harus rela dan berbesar hati mengganti semua metode silaturahmi yang sudah mengakar dan membudaya disetiap moment maupun peringatan Idul Fitri selama ini.
Mengganti semua ciri yang menjadi penanda budaya dari silaturahmi di Idul Fitri menjadi metode virtual. Tatap muka secara virtual mungkin bisa jadi baru pertama kali bagi kita semua dan kita harus mulai membiasakannya.
Cukup bertelepon, meninggalkan pesan ataupun video call mungkin dirasa sudah cukup bagi yang tidak sanggup melakukan video converence. Bagi mereka yang mampu bisa menggunakan video converence semacam rapat virtual yang sudah sering bahkan banyak dilakukan di berbagai unsur perusahaan maupun pemerintahan bisa mulai kita coba dan lakukan.
Terus yang menjadi pertanyaan, mau sampai kapan pandemi Covid-19 ini akan terus berjangkit, berjalan dan berlangsung "mengatur" metode jalannya kehidupan kita.
Bisakah kita mencegah penyebarannya lebih jauh lagi yang tidak hanya terpatok pada metode wajib menggunakan masker pada setiap individu, pemberlakuan social distancing maupun melakukan dan menerapkan pola PSBB (pembatasan sosial berskala besar) secara terus dan simultan. Bisakah kita mencegah penyebarannya dengan cara-cara tersebut dan apakah kira-kira kita bisa membinasakan pandemi ini dengan tempo yang sesingkat-singkatnya.