Lihat ke Halaman Asli

Problematika Sistem Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia Membuat Sebuah Dilematika

Diperbarui: 1 Oktober 2022   01:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dapat kita ketahui Bersama dasar konstitusional sebagaimana yang tercantum didalam pasal 27 ayat 2 UUD RI Tahun 1945 disebutkan bahwa "tiap -- tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan". 

Selanjutnya disebutkan didalam pasal 28D ayat 2 bahwa setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja" aktivitas perekonomian dalam dunia jasa konstruksi tidak dapat dilepaskan dari adanya hubungan yang era tantara pengusaha dengan pekerja/buruh sudah menajdi sebuah keharusan. Akan tetapi pada kenyataanya dalam suatu hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja atau burh banyak sekali terjadi penyimpangan -- penyimpangan.

Liuk pikuk permasalahan yang ada dalam permasalahan ketenagakerjaan pada dasarnya sudah menumpuk sebelum UU Omnibus Law Cipta Kerja disahkan. Dengan Kata Lain, bahwa UU Ketenagakerjaan sebenarnya juga tidak dapat melindungi secara penuh para pekerja. 

Hal ini dapat dilihat sebagai contoh pada setiap tahun selalu ada saja perusahaan yang menunggak pembayaran tunjangan hari raya (THR). Dan hal ini dapat ditilik dari adanya PT. Graha Andrasentra Propertindo Tbk. Pada tahun 2020. Yang mana hal itu disampaikan oleh Chief Investor Relations & Corporate Affair Officer Nuziman Nurdin yang memberikan pernyataan bahwa pihaknya belum membayar THR karyawan .

Yang mana ini artinya masih ada pengusaha yang terlambat membayar THR keagamaan kepada pekerja, padahal pembayaran THR diatur dialam peraturan Menteri ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2006 tentang Tunjangan Hari Raya keagamaan bagi pekerja atau buruh di perusahaan.  

Serta didalam pasal 10 juga telah dijelaskan bagi pengusaha yang terlambat mebayar THR keagamaan kepada pekerja akan dikenakan denda sebesar 5 persen dan total THR keagamaan yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban pengusaha untuk membayar.

Dalam liuk pikuk permasalahan ketenagakerjaan juga dapat dilihat dari sector seperti pembayaran pesangaon dan pemutusan hubungan kerja (PHK). Yang mana hal ini yang sering disuarakan oleh -pekerja adalah menganai isu pesangon yang dipandang turun dari 32 kali upah menjadi 25 kali upah. 

Pada sejatinya masalah ini muncul karena komunikasi dari pemerintah yang lebih menekankan kelebihan dari UU Ciptaker secara umum, misalnya bahwa hanya 7% perusahaan yang memberikan pesangon sesuai peraturan perundanganm sehingga UU ini lebih menarik bagi investor. 

Dan dari kaca mata lain. Sepertinya masyarakat sendiri kurang membaca secara detail dan memahamii secara garis besarnya. Dan akibatnya muncul suara -- suara negative bahkan demontrasi menentang UU Ciptaker.

Pun yang sangat menyayat hati bahawa UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagarkerjaan sudah diatur secara nyata namun dalam proses pelaksanaannya yang tidak dapat diwujudkan. 

Dapat kita pahami Bersama  didalam pasal 156 ayat 1 menyebutkan bahwa "dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharunya diterima". Didalam UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 pasal 156 ayat 2 menjelaskan perhitungan uang pesangon dan di ayat 3 perhitungan uang penghargaan. Besaran pesangon menurut ayat 2 ditetapkan paling sedikit 1 sampai 9 upa tergantung masa kerja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline