Lihat ke Halaman Asli

Keadilan Berpikir dalam Memaknai Resistensi Perempuan

Diperbarui: 8 November 2023   11:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pembicaraan tentang perempuan menjadi sebuah diskursus yang tabu. Perilaku ketidakadilan yang menimpa kaum perempuan menjadi sebuah wacana baru semenjak perempuan mulai memiliki hak untuk bersuara di awal abad ke-20. Keberadaan perempuan dalam lanskap sejarah kehidupan panjang manusia juga menjadi catatan yang tidak bisa dihapus begitu saja. 

Jejak sejarah mencatat keberadaan perempuan sebagai subjek telah ditutupi oleh dominasi patriarki yang melabel kekuasaan akan perempuan dianggap sebagai fiksi-fiksi yang berupa legenda yang hanya bisa didongengkan saat malam, tetapi spirit, nilai dan makna dari perjuangan tersebut dikaburkan karena dianggap sebagai sebuah konsep tanpa nilai. 

Perempuan semata-mata diposisikan sebagai wadah untuk bereproduksi dan melahirkan penerus ( tentu urusannya hanya masalah biologis semata ) telah membuat perempuan hidup dalam ketidakproduktifan mereka untuk bersaing dalam urusan publik dan produksi. Hal ini merupakan rekayasa kaum patriarki untuk mendudukan perempuan sebagai kaum yang hidup dalam ranah domestik dan tidak berhak untuk mengintervensi urusan publik yang digeneralisasi sebagai tugas laki-laki. 

Budaya telah membentuk stereotipe terhadap perempuan yang telah membuat perempuan memiliki ketergantungan yang besar terhadap laki-laki. Labeling ini secara eksplisit menggambarkan perempuan hanya sebagai objek semata dan hidup dalam konstruksi sosial yang telah dilegitimasi. Lahirnya tuntutan untuk merekonstruksi kultur yang majemuk, yang dalam hal ini, rekonstruksi budaya tentang perempuan mencoba mengatasi masalah-masalah ini dengan mengubah pandangan tradisional yang memandang perempuan sebagai objek atau inferior, dan mendorong pengakuan terhadap hak-hak, kebebasan, dan nilai-nilai yang sama antara perempuan dan laki-laki.

Filsafat humanisme menelaah perempuan sebagai makhluk yang berhak mendapatkan kebebasan dan perlakuan yang sama terhadap laki-laki. Secara realita, laki-laki dan perempuan memang diciptakan berbeda secara biologis. Namun, bagaimanapun juga, perempuan adalah sama dengan laki-laki, butuh akan kebebasan yang sesuai dengan konteks yang mana kebebasan itu dapat digunakan dengan sebagaimana mestinya. Tuntutan seperti itu biasanya muncul ketika terjadi ketidakadilan, atau ketika ada pihak yang merasa diperlakukan secara tidak adil. Munculnya isu-isu tentang emansipasi wanita, kesetaraan gender telah menggugat dogma-dogma lama yang sudah tidak relevan yang membatasi perempuan dalam aktivitasnya. Perempuan berhak dalam menentukan nasibnya sendiri tanpa harus dibatasi eksistensinya. Aktualisasi peran perempuan telah berjalan secara simultan seiring banyaknya dukungan terhadap perempuan untuk menentukan hidupnya secara layak. 

Di berbagai negara di dunia, peran perempuan dalam berbagai aspek kehidupan menjadi stimulus bagi perempuan lain untuk tidak lagi terkurung dalam pemikiran yang konservatif. Alhasil, wacana faktual ini telah terpatahkan oleh dibukanya kanal bagi perempuan untuk mengembangkan produktifitas dirinya melalui berbagai program.

Selain itu, partisipasi perempuan dalam ranah-ranah publik telah mambangkitkan sebuah paradigma baru akan pola-pola usang yang selama ini selalu terdoktrin dalam pikiran mayoritas masyarakat bahwa kodrat perempuan adalah sebagai apa yang sudah ditentukan oleh Tuhan. Bahkan, partisipasi perempuan dalam hal politis telah menjadi babak baru di dalam melihat perempuan sebagai kacamata dalam politik perempuan. Eksistensi perempuan dalam hal publik, telah menjelma sebagai kesadaran yang radikal untuk membenahi intoleransi gender yang merupakan warisan kolonial serta bagian dari kekuatan secara halus untuk menghancurkan sistem yang amat patriarki dan rasis terhadap perempuan. Partisipasi perempuan dalam hal public tidak hanya berbicara kesetaraan perempuan terhadap laki-laki. Tetapi juga, bagaimana perempuan mampu menempatkan posisinya dalam hal-hal politis dan berimplikasi bagi masyarakat secara komunal. Aktualisasi perempuan juga termanifestasi dalam berbagai aktivitas berupa Gerakan yang menuntut perjuangan tidak hanya terhadap perempuan tetapi juga terhadap sesama manusia lain tanpa adanya kepentingan gender. Hal tersebut secara psikologis, tergambarkan bahwa perempuan memang makhluk yang sangat afirmatif dan logis.  

Gerakan yang diinisiasi oleh kaum perempuan menjadi sebuah siklus baru dalam kacamata politik kontemporer. Gerakan yang dilakukan oleh kaum perempuan menjadi bagian dari titik balik sejarah yang sangat eksploitatif terhadap perempuan dan menempatkan perempuan sebagai “The Others”. Di negara-negara Global south, Gerakan perempuan telah diilhami sebagai konsekuensi dari perjuangan panjang yang dilakukan untuk melepaskan keterikatan perempuan dari praktik penindasan. Meskipun demikian, egoisme akan kebersaingan masih menjadi hukum verbal bagi laki-laki yang dilakukan melalui monopoli kekerasan yang dilakukannya atas nama penegakan hukum. Fenomena ini terjadi secara nyata dimana kekerasan terhadap perempuan masih saja terjadi 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline