Lihat ke Halaman Asli

Pengakuan Korban Perkosaan

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

http://4.bp.blogspot.com/-55BAaXsXI_w/Ta33_sRsGII/AAAAAAAAAF4/kQcQwCQtRLg/s1600/Rossi+boncengin+simbok.jpg

Apakah seorang wanita harus dikenang bukan karena apa yang ia kerjakan, melainkan apa yang telah ia derita? Apakah seorang wanita harus mendedikasikan seluruh hidupnya menjadi ibu yang sepenuhnya untuk membesarkan anak-anaknya dan harus tunduk pada kemauan suaminya? Apakah seperti itu kodrat sesungguhnya sosok manusia yang berkelamin wanita? Betapa wanita itu memiliki keindahan yang banyak dipuja kaum pria dan insting bisnis sosok pria pun menjadikan wanita bagian dari perjalanan bisnisnya, namun bisnis paling purba yang menjadikan wanita sebagai objek tak jauh dari bisnis BERCINTA, tentu ketika wanita itu masih muda. Namun ketika sudah melahirkan anak, apakah wanita sudah kehilangan keindahannya? Seperti lebah yang kehilangan sengatnya, tak ada lagi yang bisa dibanggakan, selain harus pandai berpura-pura dan itu salah satu ketrampilannya. Emansipasi wanita semakin deras mengalir di berbagai penjuru, namun masih banyak wanita yang tertindas oleh aturan yang dibuat kaum lelaki. Perceraian adalah hak mutlak dimiliki para suami, himpitan kemiskinan menambah penderitaan para wanita, mereka bagai bola yang bebas ditendang kemana bapak suka, dikawinpaksakan, dipekerjakan demi menambah kebutuhan makan sehari-hari, bahkan dijadikan pelacur pun tak masalah. Sungguh penyakit masyarakat itu yang paling menderita para wanita, apalagi bila mempunyai anak, ia harus tegar menghadapi kenyataan yang dihadapinya. Betapa remuk redam hati seorang ibu yang melihat anak wanita satu-satunya menjadi korban perkosaan, apapun hiburannya tak ada yang bisa menggantikan trauma perkosaan itu, apalagi bagi yang mengalami derita itu. Simbok : "Tulkiyem anakku, kamu harus mencari siapa lelaki yang telah memperkosamu itu! Apa sudah kau temukan?" Tulkiyem : "Laki-laki itu sudah minggat dan tak ada yang tahu kemana minggatnya, tapi aku sudah ketemu bapaknya, umurnya mengaku 70 tahun!" Simbok : "Oh, terus apa katanya?" Tulkiyem : "Bapak itu bersedia mengawini saya mbok!" Simbok : (Glodak, klonthang, krompyaaaaang ......simbok jatuh dari kursinya, PINGSAN!!!) Illustrasi : arsipberita.com,gojek-kere.blogspot.com




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline