Lihat ke Halaman Asli

Karya Sastra Terbesar dari Sastrawan Dunia (2)

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

http://4.bp.blogspot.com/-yVmnndegYIA/TmgT5NTkVSI/AAAAAAAAAHw/A5-fyxpFALk/s1600/Apresiasi+Sastra.png

Dengan adanya kritik pada karya fiksi di Kompasiana ini oleh beberapa penulis adalah hal yang sangat menggairahkan menurut saya, biar dikatakan hanya PUISI SAMPAH atau SASTRA INSTAN atau FIKSI ECEK-ECEK dengan berbagai teori yang diusungnya, memberikan kontribusi tersendiri bagi kegairahan untuk lebih berkarya. Walau ada yang TERSINGGUNG maupun TERSUNGGING serta membalas dengan berbagai tulisan untuk menjawabnya, merupakan dinamika tersendiri yang bisa mendongkrak pamor SASTRA di belantara dunia maya ini. Walau tidak bisa dipungkiri memperdebatkan sekaligus memperbandingkan mutu dan eksistensi sebuah karya selalu saja saling melakukan PEMBENARAN yang masih timpang dalam perjalanannya. Lebih baik membicarakan KARYA SASTRA dengan lebih sering daripada sekedar menggosipkan tentang intrik-intrik politik, tentang dunia selebritis, atau hal-hal yang bisa mencuci otak anak-anak untuk melakukan hal-hal yang merugikan lingkungan sekitarnya. Dengan sastra kita banyak mengajarkan tentang BUDI PEKERTI dan berbagai filosofi hidup yang lebih bermanfaat mengisi hati nurani. Bukankah AGAMA dengan KITAB SUCINYA juga salah satu KARYA SASTRA TERBESAR SEPANJANG ZAMAN? Tetapi betapa bahayanya bila otak dicuci hanya dengan ajaran Agama tanpa SASTRA? Siapa menolak kalau TUHAN adalah MAHA SASTRAWAN  yang memberi ilham jutaan sastrawan yang hadir di dunia ini? Saya lanjutkan kembali apa yang ingin saya pahami dari Pak Dhe itu tentang seluk beluk SASTRA INDONESIA. Tanya : "Pak Dhe, arti SASTRA dan KESUSASTERAAN itu apakah sama?" Pak Dhe : "Sama saja." Tanya : "Lalu tulisan umum apa sajakah yang tidak dapat masuk dalam ranah KESUSASTERAAN?" Pak Dhe : "Ya karangana seperti BUKU PELAJARAN, LAPORAN YANG DISUSUN dengan TIDAK mementingkan keindahan bahasanya." Tanya : "SASTRA Indonesia itu ada berapa bentuknya?" Pak Dhe : "Tiga, PROSA, PROSA LIRIK dan PUISI atau MADAH." Tanya : "Kalau ada karangan, misalnya tentang POHON MANGGA dalam BENTUK pelajaran sekolah, apakah bisa dinamakan karya sastra?" Pak Dhe : "Tidak." Tanya : "Kalau PROSA itu maksudnya apa sih?" Pak Dhe : "Yah itu karangan dalam bahasa bebas, tidak mementingkan BENTUK TERTENTU, SAJAK, IRAMA dan DERAP atau METRUM." Tanya : "Kalau PROSA LIRIK?" Pak Dhe : "sama seperti di atas namun ada dan terasa didalamnya IRAMA dan DERAP PUISI. Di Kompasiana contohnya banyak tuh." Tanya : "Dan PUISI atau MADAH itu apa?" Pak Dhe : "Karangan dengan mementingkan IRAMA atau SAJAK. Unsur puisi yang lazim disebut bentuk atau STRUKTUR FISIK adalah persajakan, penyusunan baris, bait, diksi, irama, kata konkret, bahasa figuratif, tipografi, dan sebagainya. Unsur isi atau struktur batin meliputi TEMA, AMANAT, NADA, dan SUASANA. Jadi kalau mau menganalisa sebuah puisi harus menganalisis STRUKTUR FISIK dan STRUKTUR BATIN yang ada dalam puisi tersebut." Tanya : "Kalau yang dimaksud PERIBAHASA?" Pak Dhe : "Segala cara berbahasa namun tidak dalam arti sebenarnya." Tanya : "Contohnya Pak Dhe?" Pak Dhe : "Banyak, misalnya "kalah jadi abu, menang jadi arang" yang bermakna suatu perselisihan kalah menang sama saja akibatnya." Tanya : "Kalau PERUMPAMAAN?" Pak Dhe : "Cara berbahasa atau susunan kata dengan memperbandingkan yang satu dengan yang lain, biasanya dengan memakai kata banding UMPAMA, SEPERTI, BAK, BAGAI, LAKSANA,  Contohnya : "Bagai berseru di padang pasir" Artinya, seruan yang tidak diambil peduli. Tanya : "Apa itu TAMSIL?" Pak Dhe : "Cara berbahasa dengan mementingkan SAJAK dan IRAMA, bagian pertamanya adalah KIASAN bagian kedua maknanya, misalnya : Kura-kura dalam perahu Pura-pura tidak tahu Tanya : "Kalau IBARAT Pak Dhe?" Pak Dhe : "Itu PERUMPAMAAN yang LEBIH TEGAS daripada perumpamaan biasa, contohnya, bagai air dengan minyak!" Tanya : "Yang dinamakan GURINDAM itu bisa dijelaskan?" Pak Dhe : "Gurindam. 1. Harus terdiri dari dua baris. 2. Harus bersajak a a. 3. Kedua baris itu merupakan kalimat majemuk. 4. Kedua baris itu merupakan sebab dan akibat. 5. Isinya biasanya nasihat, pelajaran atau kecaman. Contohnya : Apabila terpelihara kuping Kabar yang jahat tiada berdamping. Tanya : "Kalau yang disebut PEPATAH?" Pak Dhe : "Kalimat yang berisikan SESUATU KEBENARAN yang nyata dan tegas, biasanya dalam bentuk KIAS. Ada juga yang menjelaskan bahwa PEPATAH  adalah JENIS PERIBAHASA yang berangkap dan terdapat pengulangan kata di dalamnya.Pengulangan tersebut adalah untuk menyatakan penegasan,falsafah,atau pengajaran yang hendak disampaikan. Contohnya : - Ada gula ada semut (Di tempat yang senang mencari rezeki akan menjadi tumpuan). - Biar putih tulang jangan putih mata (Lebih baik mati daripada menanggung malu). Akhirnya saya mengakhiri tanya jawab hari ini, sebab saya belum siap dengan pertanyaan lainnya. Sebab banyak hal yang tersimpan dalam SASTRA INDONESIA itu, bukan hanya berisi PUISI dan NOVEL saja. Yang jelas, dalam sejarah APRESIASI SASTRA, hubungan antara PENGARANG dengan PEMBACA mengalami FLUKTUASI yang cukup DINAMIS. Kadang dihargai, kadang dipersempit, kadang disembunyikan. Toh pada akhirnya, pengaranglah asal-usul dari KARYA SASTRA itu, pengaranglah SUMBER MAKNA dari semua itu. Artinya memahami karya sastra sama dengan memahami pikiran dan perasaan pengarang, itulah MAKNA TUNGGAL yang ada dalam diri pengarangnya, tentu tidak lepas dari ilham sang MAHA SASTRAWAN yang tersembunyi dalam hati kita. Baca sebelumnya : Pak Dhe, Sastra Itu Apa To? Illusrasi : putragaluh.web.id,ihaka.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline