Ada CERPEN yang benar-benar cerpen alias tidak sekedar fiksi namun kisah yang FAKTUAL dan tidak sekedar peristiwa biasa, ketika diperinci ceritanya jadilah NOVEL. Blackbook adalah novel yang mampu bertutur lancar bahkan menggali pikiran-pikiran tokohnya yang mampu memberikan kesan tersendiri pada pembacanya. Winda Krisnadefa penulisnya juga Kompasianer, saya sudah memiliki novel itu secara langsung dari sang pengarang plus tanda tangannya, Edu Krisnadefa suaminya, dan 2 anaknya Fadhil dan Safina tidak ikut memberikan tanda tangannya, entah kenapa? Ha ha ha ha.........nggak nyambung ya? Sebuah karya, baik itu cerpen, puisi, novel, atau karya lainnya selalu saja memiliki keindahannya sendiri-sendiri. Demikian juga dengan novel blackbook, saya sebenarnya sudah selesai membacanya di halaman prolog saat membuka paket dan sekilas menikmati, tapi tertarik untuk melanjutkan membacanya beberapa hari kemudian, sebab cara bertutur Winda cukup lancar. Membaca blackbook seperti kembali bernostalgia ke masa sebelum reformasi, dan setting cerita itu memang tahun 1997-1998 saat pemerintahan Presiden Soeharto masih berkibar, sebab para remajanya masih demen nulis buku harian, kalau settingnya tahun ini tentu saya berpikiran, hari gini masih nulis diary? Tokoh sentral dalam cerita itu Amel, Tomi, dan Ayang, soal cinta menjadi pilihannya, dan narkoba menjadi tragedinya. Saya justru sering terganggu dengan banyaknya NYA yang diobral penulisnya, mungkin lagi ingat Mak Nya kali ya hehehehehe......... Amel ingat televisi di kamarnya yang sudah dijualnya kepada temannya untuk kemudian uangnya dibelikan putaw bersama Tomi. Amel ingat dengan uang tabungannya di bank yang sudah habis dipakainya untuk membeli barang yang ada di genggamannya. Amel ingat kesombongannya....(hal. 133). Ada juga "kejanggalan" yang terjadi di episode "Dua Puluh Satu", tapi Anda tidak akan saya beritahu dimana letak kejanggalannya, sebab akan tidak terasa asyik kalau Anda tidak menyimaknya dengan seksama dan hati-hati cerita Tomi saat berada di penjara itu. Nah kalau anda penasaran, silahkan hubungi penulisnya dan beli bukunya. Yang jelas, novel blackbook itu seperti ES TEH, dengan slogan NARKOBA NO, ES TEH YES! Nggak rugi anda mengkoleksinya kok, tampilan bukunya keren, tidak ada kesan "murahan".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H