Cabut di sekolah adalah tindakan siswa meninggalkan lingkungan sekolah tanpa izin saat jam pelajaran berlangsung. Fenomena ini umumnya terjadi karena berbagai alasan, seperti kebosanan, kurangnya minat terhadap pelajaran, pengaruh teman sebaya, atau keinginan mencari kesenangan di luar sekolah. Cabut dapat dianggap sebagai bentuk pelanggaran disiplin yang dapat berdampak negatif terhadap perkembangan akademik dan karakter siswa.
Dalam dunia pendidikan, cabut sering dikaitkan dengan rendahnya kesadaran akan tanggung jawab serta lemahnya pengawasan dari pihak sekolah maupun orang tua. Jika tidak segera ditangani, kebiasaan ini dapat berkembang menjadi tindakan yang lebih serius, seperti bolos sekolah dalam jangka panjang, keterlibatan dalam perilaku menyimpang, atau bahkan putus sekolah.
Peristiwa cabut biasanya diawali dengan perasaan tidak nyaman yang dialami siswa saat berada di lingkungan sekolah. Hal ini bisa disebabkan oleh kebosanan dalam mengikuti pelajaran, ketidakcocokan dengan guru atau teman sebaya, serta faktor eksternal seperti tekanan akademik atau masalah keluarga. Perasaan tersebut mendorong siswa untuk mencari jalan keluar, yang dalam hal ini adalah meninggalkan kelas tanpa izin.
Proses cabut juga dapat terjadi karena adanya ajakan dari teman sebaya yang sudah terbiasa melakukannya. Dalam situasi ini, siswa merasa lebih percaya diri dan berani melanggar aturan karena adanya dukungan dari teman-temannya. Jika pengawasan sekolah lemah, siswa akan lebih mudah menemukan celah untuk keluar tanpa diketahui guru atau petugas sekolah.
Siswa yang ingin cabut biasanya mencari cara agar dapat keluar dari lingkungan sekolah tanpa ketahuan. Beberapa cara umum yang digunakan adalah berpura-pura sakit agar diizinkan keluar, memanfaatkan jam istirahat untuk tidak kembali ke kelas, atau mencari jalan alternatif seperti melompati pagar sekolah.
Selain itu, ada pula siswa yang bekerja sama dengan teman-temannya untuk mengalihkan perhatian guru atau petugas keamanan sekolah. Mereka bisa saja berpura-pura membutuhkan bantuan atau menciptakan situasi yang membuat guru tidak fokus terhadap kehadiran siswa di kelas. Strategi-strategi ini menunjukkan bahwa tindakan cabut tidak hanya melibatkan satu individu, tetapi juga bisa menjadi perilaku kolektif.
Kejadian cabut biasanya terjadi secara terencana maupun spontan. Pada kasus yang terencana, siswa sudah menentukan waktu dan tempat yang tepat untuk keluar dari sekolah. Mereka mungkin telah membahasnya sebelumnya dengan teman-teman mereka dan memastikan jalur keluar aman dari pengawasan guru atau petugas sekolah.
Sementara itu, pada kasus yang spontan, siswa bisa saja langsung memutuskan untuk cabut ketika merasa bosan atau tidak nyaman di kelas. Keputusan ini diambil tanpa banyak pertimbangan, sering kali karena adanya pengaruh dari teman atau situasi yang mendukung untuk melarikan diri dari lingkungan sekolah.
Sekolah umumnya memiliki aturan ketat mengenai cabut, dan siswa yang tertangkap melakukannya dapat menerima sanksi sesuai kebijakan masing-masing sekolah. Sanksi yang diberikan bisa berupa teguran lisan, panggilan orang tua, hingga hukuman administratif seperti skorsing atau tugas tambahan.
Beberapa sekolah juga menerapkan sistem pembinaan, di mana siswa yang sering cabut akan mendapatkan bimbingan khusus dari guru bimbingan dan konseling. Pendekatan ini bertujuan untuk memahami alasan di balik perilaku siswa dan mencari solusi agar mereka tidak mengulanginya di masa mendatang.