Tokoh Taqiyyuddin An Nabhani adalah tokoh sejarah pada masa akhir khilafah Utsmaniyah yang dikenal dengan mendirikan partai politik islam yang disebut Hizbut Tahrir yang melakukan dakwah dengan gerakan politik.
Hizbut tahrir bertujuan untuk mendirikan daulah khalifah islam yang diman pada masa 1935 terjadi Yordania dan Palestina. Gerakan ini itu didasarkan dengan adanya fitrar pada metode ideologi yang mengaktivasi akal - thaqirah (cara). Taqiyyuddin An Nabhani pada saat itu menggunakan standar barat sebagai sistem pada masa kolonialisme. Pada masa itu adanya ekonomi,sosial budaya, politik, dan sistem hukum akan tetapi yang dilihat hanya dari pendidikan sesuai dengan western perspektive.
Sehingga dalam hal ini tidak adanya rasa ketidaksetaraan , ketidakadilan pada umat, bagaimana rakyat yang tidak mendapatkan kesejahteraan dan kemakmuran dalam umat membuat beliau khawatir pada umat islam pada waktu itu yang pada masa itu terjadi juga kesimpangan yang hanya menguntungkan para penguasa atau pemimpin saja.
Dalam kekuasaaan konteks politik yang dikemukakan oleh Taqiyyuddin An Nabhani adalah kekuasaan yang dimana peran utama dalam membentuk pemerintahan berdasarkan dalam prinsip-prinsip ilahi. Taqiyyudin An Nabhani megatakan bahwa sistem politik yang ideal itu diterapkan dalam ajaran islam , selain itu kekuasaan dalam meimpin itu juga d landasi legitimasi yang dipilih oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam penafsiran khalifah dianggap sebagai simbol tapi hilang karena tidak ada yang setuju walaupun islam. Taqiyyuddin An Nabhani melihat islam tidak hanya pada ideologi keislaman, keyakinan, melainkan tentang sistem.
Dalam pandangan Taqiyyuddin dengan adanya "Hizbut Tahrir" dalam konsep politik , daulah khilafahnya dapat memberikan keadilan, kemakmuran, keamanan, serta adanya hak asasi manusia berdasarkan ajaran islam, dan dapat memberikan solusi ketika ada permasalahan bagi umat secara keseluruhan. Dengan pendekatan sistem top~down yang menjadi pendekatan untuk memberikan pengarahan terhadap umat, hal ini membuat solusi yang dimana mempercepat dalam penyelesaian permasalahan.
Taqiyyuddin An Nabhani mengatakan seorang khalifah (pemimpin) tidak hanya berfokus pada eksekutif yang dimana hanya menjalankan apa yang d jalankan dalam memimpin suatu negara melainkan juga harus seimbang dengan yudikatif dan legislatif seperti yang perspektif Montesquieu dalam L'esprit des Lois yang membagi bahwa negara harus menggunakan ketika kekuasaan yaitu eksekutif, yudikatif, dan legislatif untuk membangun negara dengan baik agar tidak adanya ketimpangan dalam keberlangsungan hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H