Lihat ke Halaman Asli

Inilah Jidat Saya! Janganlah Menyuruh Seenaknya!

Diperbarui: 10 Oktober 2024   17:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Hari ini seperti biasa saya mengantar putri saya  Les. Sampai depan gerbang tempat les saya mematikan motor dan parkir. Sudah ada mobil di depan saya. Saya baru mau turun dari motor  Si Ibu sudah turun dari mobil dan menghampiri saya. Belum sempat saya turun Si Ibu sudah ngendikan (bilang Red Jawa) "mau masuk ke dalem enggak, bilangin ke Ustadzah(GUru) kalau  anakku udah dijemput, aku takut ninggalin adiknya di mobil sendirian" Tutur si Ibu santai tanpa perasaan bersalah

Dalam hati ku  berteriak " Hah, sumpah ni orang, kenal aja kagak, seenak udel gitu nyuruh" Naasnya aku hanya berani mengutarakannya dalam hati alih alih mengutarakannya langsung. Kenapa? Aku sangat memahami kondisi betapa nikmatnya bayi itu tidur. Si Ibu bisa mendapat kebebasan. Tapi di sisi lain aku juga benci karena setelah aku keluar dari gedung  Si Ibu hanya sedang asyik dengan ponselnya. Cerita klasik sekali. Klise. Sudah khatam modelan orang kayak begini, tapi tetep aja empatiku selalu menang. 

Inilah aku yang bisa dengan mudah mengasihi orang lain  tapi Mit amit jabang bayi kerasnya sama diri sendiri. 

Empati kadang bisa menjadi motor yang menggerakkan kebaikan dan pada saat yang bersamaan juga menjadi bumerang untuk diri sendiri. Dimanfaatkan itu tidak menyenangkan apalagi ada prestis-prestisnya. Yang ada cuma muak. Tapi bahkan di saat orang tidak mengenal bahkan sekedar tahu pun tidak. Orang yang tidak dikenal itu sudah  bisa mengambil manfaat dari diri kita bukankah personal branding natural ini sudah berhasil. Seakan-akan di jidat ini yang tidak begitu lebar bertuliskan. "Nih gue Volunteer, selalu siap sedia kapan saja". 

Mengapa meski dengan hati menggerutu dan wajah ini selalu punya alasan untuk memilih tersenyum tetap menyampaikan keperluan Si Ibu Tadi, padahal bisa sangat dengan mudah permintaan Si Ibu tadi ditolak mentah-mentah dengan alasan ketidaknyamanan. Inilah jawabnya. 

Tidak semua orang tahu bagaimana susahnya  dan menderitanya saat membutuhkan bantuan tapi tak ada satu pun tangan yang bisa diraih. Tidak semua orang tahu bagaimana kecewa dan putus asanya saat memikul beban kesulitan sendirian. Beginilah realita kehidupan di mana perlombaan menjadi orang baik amatlah sepi.  Bila tidak ada kebaikan yang pernah kau temui maka jadilah kebaikan itu sendiri.

Tetap pilihlah menjadi baik kendati kau lakukan dengan ngedumel dalam hati daripada tidak sama sekali. 

 

Di antara burung merpati yang tidak ingkar janji 

Wana desa Embung Potorono Yogyakarta

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline