Lihat ke Halaman Asli

Senja Sore Kembali

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Berkali terakui, sajakku mati..

Berkali pula teratapi, saat kebangkitan berjaya antara tangis dan gelak kerinduan..

Terlalu banyak gerak hanya menguras peluh tanpa keringat..
Semakin jadi segala melemah, mengeluh dalam untai bernanah..

Biarkan saja dulu sesak tertelan dan mengendap hingga berlendir parah..
Ramuan mujarab telah siap, saat tapak meninggalkan tempat dan jejak menghadirkan harap..

Bibir tak lagi basah,
Lidah tak punya kata,
Tapi kenapa masih menunggu jawab?

Sudahlah..
Mesin yang berantai itu telah menunggu rebahan gundah penat jiwa..
Dan isak akan tertelan dalam dengung keras suara yang beriring dan tak satu pun mendengar..

Sebutlah ini pelarian, dan teriakan nada laknat pada diri..
Maka hati hanya akan menikmati manisnya setelah terlumat perihnya..

Kembali akan melebur tanpa hancur..
Bangkit tanpa tekanan..
Berjaya tanpa sindiran..

Di titik pengakuan dosa..
Sempurna hanyalah khayal, tapi cukup bukanlah tak mungkin..

Bila saat ini kepergian langkah adalah siksaan, ingatlah dalam senja biru, siksaan berubah menjadi kedamaian ..

Semua ini tertuju untuk hati yang terlukai, jiwa yang terabaikan, dan segala yang termanis..

Karena hidup bukan lagi untuk hidup..
Melainkan saling menghidupkan..




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline