[caption id="attachment_306217" align="aligncenter" width="614" caption="foto: http://solenthess.blogspot.com/"][/caption]
“Memajukan sepak bola tidak bisa dengan cara-cara lama, tapi harus dengan pendekatan sport science,”
Kata-kata seperti di atas mungkin kerap kali terdengar dari tokoh-tokoh pembina sepak bola kita. Ya, Sport science telah menjadi istilah yang lazim digunakan untuk menunjukkan keseriusan melakukan reformasi pengembangan sepak bola di tanah air. Bahkan oleh Ketua PSSI saat ini, Djohar Arifin menjadikan sport science sebagai salah satu dari lima pilar pengembangan sepak bola dalam program kerjanya.
Sebegitu penting dan berpengaruhkah penerapan sport science untuk memajukan prestasi sepak bola tanah air yang semakin lama semakin terpuruk ini. Atau mungkin sport science hanyalah sebuah istilah “manis” yang lagi-lagi cuma sekedar wacana alias mimpi.
Istilah sport science ini memang terdengar “keren” dan intelek tapi sejujurnya masih banyak yang salah dalam pemahaman dan relalisasinya. Sebenarnya apa Itu sport science? Sport science secara harfiah bermaknakan ilmu olah raga atau ilmu keolahragaan. Tapi pemakaian nama sport science lebih umum digunakan untuk menunjukkan disiplin ilmu tersebut. Sedangkan definisinya seperti yang dijelaskan Wikipedia, sport science adalah disiplin ilmu yang mempelajari penerapan dari prinsip-prinsip science dan teknik-teknik yang bertujuan untuk meningkatkan prestasi olahraga.
Sport science biasanya mencakup beberapa bidang keilmuan, yaitu bagian kepelatihan, kedokteran, fisiologi dan rehabilitasi, psikologi, gizi, motor control, dan biomekanika. Juga meliputi bidang lain seperti sports technology, anthropometry, kinanthropometry, dan performance analysis. Tujuannya adalah secara kolektif mewujudkan sebuah program latihan atau materi untuk meningkatkan daya saing dalam menghadapi sebuah pertandingan atau kompetisi.
Sebagai gambaran sederhana bisa kita lihat penerapan sport science pada klub-klub sepak bola profesional di Eropa. Seorang pelatih kepala, katakanlah seorang Jose Mourinho. Mou hanya bertugas untuk mengatur pola latihan murni seperti taktik bertahan, menyerang, perangkap off-side, set piece dan lain-lain yang berhubungan dengan strategi bermain. Untuk urusan kebugaran pemain sudah menjadi tanggung jawab pelatih fisik. Biasanya seorang pelatih fisik memberikan porsi latihan fisik diluar porsi latihan dari pelatih kepala.
Apabila ada pemain yang cedera ini menjadi tugas dokter tim dan fisioterapis. Dokter mendiagnosis cedera dan melakukan terapi-terapi penyembuhan bagi si pemain. Dalam keadaan cedera si pemain juga didampingi oleh seorang fisioterapis. Seorang fisioterapis inilah yang akan memberikan usaha-usaha rehabilitasi untuk membantu mengembalikan fungsi tubuh cedera ke fungsi normal. Biasanya dalam bentuk-bentuk latihan ringan yang dilakukan terpisah di luar lapangan.
Pentingnya Sport Science
Sport science kini menjadi faktor penting dalam pengembangan prestasi pesepak bola. Tentu kita masih ingat dengan cerita masa kecil Lionel Messi yang mengalami kekurangan hormon pertumbuhan. Saat itu “Si Kutu” divonis pertumbuhannya tidak akan maksimal. Diperkirakan tinggi badan Messi saat dewasa hanya mencapai sekitar 140 cm. Klub raksasa Spanyol, Barcelona yang melihat bakat besar dalam diri Messi membawanya ke La Masia. Selama berada di Barcelona oleh tim dokter klub Messi mendapat suntikan hormon pertumbuhan. Alhasil, kini Messi telah menjelma menjadi pemain terbaik dunia.
Sepak bola bukan ilmu pengetahuan, tetapi ilmu pengetahuan dapat meningkatkan level kualitas sepak bola. Dalam sport science, seorang pelatih kepala (head coach) bukan pusat dari segalanya. Penerapan sport science ditujukan untuk mempermudah dan mendukung kerja pelatih kepala. Seorang pelatih tidak mungkin secara bersamaan menjadi seorang ahli gizi untuk mengatur nutrisi yang perlu diasup pemain, menjadi dokter untuk melakukan terapi penyembuhan bagi pemain cedera atau menjadi psikolog untuk meningkatkan mental pemain. Untuk mewujudkan prestasi maksimal sebuah tim, pelatih memerlukan masukan dan teori dari pakar ilmu olah raga menurut disiplin ilmunya masing-masing.
Di negara-negara sepak bolanya maju, sport science sudah sejak lama diterapkan untuk mengembangkan potensi pesepak bola negaranya. Negara-negara tersebut berlomba-lomba mengembangkan sepak bola yang berlandaskan ilmu pengetahuan. Korea dan Jepang yang puluhan tahun yang lalu prestasi sepak bolanya masih di bawah Indonesia kini telah berkembang pesat. Mereka telah berhasil mengembangkan sepak bola lewat ilmu pengetahuan.
Klub-klub profesional elit Eropa seperti Real Madrid, Manchester United dan AC Milan juga menyadari pentingnya ilmu pengetahuan. Pemain-pemain muda produk akademi klub-klub tersebut sudah ditempa dengan pendekatan science. Bahkan AC Milan memiliki laboratorium sport science sendiri yang mereka beri nama Milan Lab.
Lalu bagaimana dengan di Indonesia sendiri? Masih jauh panggang dari api, di Indonesia sport science belumlah diterapkan dengan sepenuhnya. Walaupun sudah diwacanakan sejak lama, pada kenyataannya penerapan sport science cenderung stagnan.
Krioterapi pada timnas U-19 (foto: olahraga.plasa.msn.com)
Untuk level klub sport science belum terlalu dikembangkan di klub-klub Indonesia. Sebagaian kecil -- biasanya klub-klub dengan finansial mapan -- sudah mencoba menerapkannya, tapi memang belum sepenuhnya. Di departemen tertentu seperti pelatih fisik, dokter dan fisioterapis mereka miliki tapi departemen lainnya seperti psikologis dan ahli gizi seringterlupakan.
Sebagian besar klub Indonesia lainnya malahmasih berkutat dengan masalah klasik: dana. Ya, boro-boro membayar tenaga ahli sport science, untuk melunasi gaji pemain dan operasional tim saja sudah susah payah bahkan tidak mampu. Akhirnya sport science di klub-klub Indonesia hanya sekedar mimpi di siang bolong.
Contoh paling menonjol aplikasi sport science di sepak bola tanah air adalah pada timnas U-19. Banyak pengamat berpendapat keberhasilan Evan Dimas dkk. meraih gelar piala AFF U-19 tidak lepas dari implementasi sport science dalam tubuh tim Garuda Jaya. Indra Sjafri seorang pelatih yang menyukai hal-hal baru dalam metode kepelatihannya, merekrut pakar-pakar sport science untuk mendukung kerjanya.
Masih ingat bagaimana Garuda Jaya seakan tak pernah lelah sepanjang pertandingan bahkan hingga babak extra time pada piala AFF U-19 lalu. Orang di balik begitu primanya fisik punggawa Timnas U-19 adalah seorang pelatih fisik bernama Nur Saelan, yang sudah berpengalaman selama 26 tahun menjadi pelatih fisik sepak bola. Jangan lupa peran Alfan Nur sebagai dokter tim dan Adit sebagai fisioterapis yang melakukan usaha recovery dan pencegahan cedera dengan menerapkan krioterapi (terapi menggunakan suhu melalui media air) bagi setiap pemain usai latihan dan pertandingan.
Tidak kalah penting peran High Performance Unit (HPU) yang diemban oleh Rudy Eka Priambada. Beliaulah yang membuat analisis statistik dan memperbandingkan strategi lawan dengan timnas. Hasil analisis Rudy menjadi masukan kepada pelatih kepala untuk menerapkan strategi yang cocok.
Jelas sekali bahwa sport science telah memaksimalkan potensi pesepak bola. Apa yang dilakukan Indra Sjafri dan stafnya adalah bukanlah hal yang luar biasa. Karena seyogyanya yang dilakukan coach Indra adalah hal yang sudah biasa dilakukan di negara-negara maju. Tapi memang di Indonesia sport science belum menjadi hal yang umum. Tapi kita tetap patut mengapresiasi perubahan yang dilakukan oleh coach Indra.
Di luar sana masih banyak pesepak bola kita yang mengkonsumsi makanan tinggi kandungan lemak. Masih banyak pesepak bola kita yang lebih memilih memulihkan cedera ke tukang pijat tradisional yang konon tidak tahu menahu tentang anatomi tubuh. Masih banyak pelatih yang memberi materi latihan fisik yang porsinya tidak sesuai. Masih banyak lagi kebiasaan-kebiasaan di sepak bola kita yang sangat bertentangan dengan sport science.
Harusnya sentuhan sport science sudah diberikan sedini mungkin. Pemain-pemain usia muda mulai dari grassroot berkembang lewat prinsip-prinsip science seperti yang terapkan di negara-negara maju. Memang sport science membutuhkan dana yang tidak sedikit. Tapi output yang didapat bisa menjawab akan keringnya prestasi sepak bola tanah air di masa yang akan datang. Coba bayangkan bila ini terwujud, kita bukan hanya menjadi juara level Asia Tenggara, lebih dari itu kita akan menjadi raksasa Asia bahkan dunia. =====
@RizkiZulfitri
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H