Lihat ke Halaman Asli

Dua Sie Kelas, Kerohanian dan Ketertiban (Aku dan Abangku)

Diperbarui: 3 Februari 2025   19:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Inilah aku, seorang musisi debut pada 5 Januari 2023 dan sudah dikenal di TikTok. Tak hanya itu, sejak bergabung dengan grup band Cosseno pada 19 Maret 2024, aku menjadi tambahan anggota yang selalu tampil memukau. Suaraku yang sopranomen menjadi andalan paduan suara Muserosa. Aku terkenal sebagai Diva---ya, sekali Diva tetap Diva, meskipun banyak orang yang memanggilku dengan nama lain, tetapi tetap saja, Diva adalah aku.

Hari-hariku di sekolah juga penuh dengan cerita yang kadang lucu dan menggelikan. Aku selalu berada di sekitar kakakku, Renatta, yang duduk di kelas yang sama denganku. Renatta adalah Sie Kerohanian kelas---posisi yang penuh tanggung jawab. Kami berdua punya kesamaan dalam satu hal: kacamata. Sama-sama berkacamata dengan rambut pendek, meski bentuk dan gaya rambut kami sedikit berbeda. Aku dengan rambut keriting yang tidak bisa dipungkiri, kadang terlihat seperti guru perempuan pengampu Sosiologi yang selalu memakai kacamata.

Renatta, yang berasal dari Kuningan, Jawa Barat, adalah seorang anak asrama putra Claro. Sementara aku? Aku bukan warga asrama. Meski begitu, selama istirahat, kami selalu bersama. Kadang aku terkejut melihat Renatta, yang biasanya serius dalam menjalani tugasnya sebagai Sie Kerohanian, bisa begitu ceria dan ringan hati saat bersamaku. Kami saling mengisi, dan dalam kebersamaan itu, kami berbagi banyak cerita.

Namun, ada satu kebiasaan aneh yang sudah lama aku lakukan: memanggilnya dengan sebutan "Teteh." Ya, aku tahu, sebutan ini lebih sering digunakan untuk kakak perempuan dalam bahasa Sunda, dan Renatta selalu merasa aneh saat aku memanggilnya begitu. "Astagaa, kenapa jadi Teteh..." kata Renatta dengan perasaan campur aduk, diiringi dengan emotikon menangis di wajahnya. Aku hanya tertawa melihat reaksinya.

"Kamu itu Tetehku, jadi ya harus aku panggil Teteh!" jawabku, dengan dialek Melayu Papua yang mengalir lancar dari bibirku meski aku berasal dari Jawa. Kadang aku merasa aneh, kenapa bisa aku fasih dengan dialek itu, tetapi yang penting, itu membuat Renatta tambah kesal dan lucu. Renatta, yang dalam hatinya mungkin sedikit bingung dengan panggilan itu, tetap saja menjadi kakak yang penyayang. Meskipun ia lebih sering berbicara dengan dialek Sunda yang kental, setiap kata-katanya membawa kehangatan. Kami berdua, meski berbeda dalam banyak hal, tetap bisa saling mengerti. Di luar itu, Renatta punya kegemaran dengan biola, yang entah bagaimana bisa membuatnya merasa damai di tengah kepadatan kegiatan. Sedangkan aku? Aku merasa damai dengan musik yang aku ciptakan, dengan suara soprano yang membuat banyak orang terkesan.

Setiap hari, dalam kebersamaan kami, aku merasa lebih dekat dengan Renatta. Meski dia adalah Sie Kerohanian dan aku di bidang Ketertiban, meski dia adalah anak asrama dan aku bukan, semua perbedaan itu justru membuat hubungan kami semakin kuat. Kami berdua bukan hanya sekadar kakak dan adik, kami adalah teman sejati yang selalu saling mendukung---baik dalam tugas sekolah maupun dalam hidup. Dan meskipun aku sering memanggilnya Teteh dengan bahasa Sunda yang agak menyebalkan baginya, dia tetap adalah abangku, yang selalu ada untukku.

Begitulah aku dan abangku, dua Sie Kelas yang punya cara dan dunia masing-masing, tetapi tetap selalu bersama.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline