Lihat ke Halaman Asli

Pahriah

Mahasiswa S3 Universitas Pendidikan Ganesha

Mendidik dengan Hati, Harapan di Tengah Krisis Karakter

Diperbarui: 26 November 2024   07:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Hari Guru yang baru saja kita lewati pada 25 November adalah momen refleksi mendalam. Sebagai seorang pendidik, saya sering merenung tentang peran kita di tengah tantangan zaman. Anak-anak didik kit

Di dalam kelas, tantangan kita bukan sekadar menghadapi soal-soal ujian. Tantangan sebenarnya adalah bagaimana menanamkan nilai-nilai luhur seperti kejujuran, rasa hormat, empati, dan tanggung jawab. Namun, sering kali hal itu terasa sulit. Ada anak yang datang terlambat tanpa rasa malu, berbicara tanpa sopan santun, atau menganggap tugas hanya sekadar kewajiban tanpa memahami maknanya.

Sebagai pendidik, kita dihadapkan pada berbagai dinamika dan perilaku yang beragam dari siswa. Salah satu pengalaman saya, ketika menghadapi seorang mahasiswa yang memiliki kebiasaan buruk, adalah contoh bagaimana pentingnya mendekati mereka dengan penuh pengertian. Alih-alih menegur secara langsung, saya memilih untuk mendengarkan keluh kesahnya setelah perkuliahan. Dengan pendekatan yang sabar dan penuh perhatian, saya melihat ada perubahan perlahan namun pasti. Pengalaman ini mengingatkan saya bahwa mendidik dengan hati, meski membutuhkan waktu, selalu membawa hasil yang tak ternilai.

Melihat Dinamika Generasi

Generasi masa lalu tumbuh dalam lingkungan yang mengutamakan penghormatan terhadap orang tua dan guru. Nilai-nilai seperti kedisiplinan, kesantunan, dan tanggung jawab menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian. Mereka belajar dari kehidupan nyata, berinteraksi langsung, dan memaknai kebersamaan sebagai kekuatan.

Namun, generasi saat ini menghadapi tantangan yang jauh berbeda. Teknologi berkembang pesat, menghadirkan dunia baru yang penuh kemudahan tetapi juga godaan. Media sosial dan game digital sering kali menjadi pelarian, menggantikan momen-momen interaksi langsung yang sarat makna. Nilai-nilai seperti rasa hormat, empati, dan kebersamaan sering tersisih oleh budaya instan dan individualisme.

Sebagai pendidik, kita harus menyadari bahwa ini bukan sepenuhnya kesalahan anak-anak. Mereka tumbuh di era yang berbeda, di mana informasi melimpah tetapi kebijaksanaan sering terabaikan. Tantangan kita adalah membantu mereka menemukan keseimbangan antara kecanggihan teknologi dan nilai-nilai kehidupan yang abadi.

Mengajar dengan Hati

Pendidikan bukan hanya soal mengajarkan pelajaran, tetapi tentang membentuk manusia utuh anak-anak yang tidak hanya cerdas secara intelektual tetapi juga memiliki karakter kuat. Tidak ada yang lebih menyedihkan daripada melihat anak-anak cemerlang secara akademik tetapi kosong dalam moral dan etika.

Kita membutuhkan lebih dari sekadar metode dan materi yang menarik. Kita membutuhkan hati.

  • Hati untuk mendengarkan mereka.
  • Hati untuk membimbing mereka.
  • Hati untuk sabar menghadapi segala keterbatasan mereka.

Ketika kita menanamkan nilai-nilai seperti kejujuran, integritas, kerja keras, dan rasa hormat melalui tindakan nyata, kita membantu mereka melihat pentingnya karakter dalam kehidupan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline