Lihat ke Halaman Asli

Azis Tri Budianto

Mahasiswa | Penulis | Filsuf

Ketika Marah Apa yang Kita Dapat?

Diperbarui: 18 Januari 2023   15:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi

Sesuatu hari, Timur Lenk mendatangi desa Nasruddin Hoja. Raja Mongol ini mau berjumpa dengan orang yang diketahui sangat bijak serta berpengetahuan besar. Hingga dihadirkanlah Nasruddin Hoja yang diketahui selaku sufi jenaka, orang bijak namun kerap dikira berbuat bodoh. Candaan satirenya memiliki hikmah.

Di hadapan Nasruddin, Timur Lenk mengatakan," Seluruh orang di desa ini berkata kau merupakan orang populer serta memiliki pengetahuan besar". Perkataan tersebut ditanggapi Nasruddin dengan nada meledek," Memanglah demikianlah hamba".

Sontak Timur Lenk murka mendengar jawaban Nasruddin yang terkesan angkuh. Timur Lenk kemudian mengajukan suatu persoalan yang baginya sangat susah. Persoalan itu," Bila memanglah kau orang hebat serta berilmu besar, tunjukkan kepadaku, semacam apa wajah setan!".

Dengan tenang, Nasruddin mengambil suatu kaca serta membagikan kepada Timur Lenk. Katanya," Pasti saja aku hendak menampilkan kepada Kamu. Bila Kamu mau memandang setan, simaklah siapa yang terdapat di dalam kaca ini". Timur Lenk mengambil kaca, serta memandang wajah amarahnya.

Di balik cerita itu Nasruddin Hoja hendak menyindir kalau setan sesungguhnya terdapat di dalam diri orang yang gampang marah. Setan dalam arti kiasan merupakan keangkuhan serta watak keakuan. Manusia kerap tidak sadar kalau setan sesungguhnya berwujud ego kelewatan. Mereka hidup dengan menjadikan diri selaku pusat lintasan bumi, merasa diri sangat berarti, serta mau dirinya dijunjung besar.

Marah didorong perilaku mau menghakimi orang lain dengan sombong. Marah kadangkala dimulai oleh perilaku merasa diri lebih dari yang lain, serta mau dirinya diperlakukan semacam yang diharapkan. Kala harapannya tidak terwujud, kala dia merasa tidak diperlakukan sebagaimana yang ia dambakan, dia juga jadi marah, merasa dirinya direndahkan.

Arti yang lain yang mau ditunjukkan Nasruddin Hoja: kala marah, ambillah kaca. Bayangkan gimana raut muka di dikala marah, berpikirlah tentang betapa buruknya akibat amarah di dalam diri. Kala marah, badan manusia hadapi serangkaian respon serta pergantian pada hormon, sistem saraf, serta otot. Dikala marah, badan membebaskan adrenalin yang membuat nafas terasa sesak, wajah memerah, otot serta urat leher tegang, mata melotot, rahang menegang, tercantum perut, bahu, serta tangan.

Pergantian raga dikala keadaan marah itu kadangkala diiringi dengan mulut yang mengumpat serta mencaci maki dengan suara besar. Berkaca bisa membuat orang merenung. Dia sadar kalau di dikala marah, fisiknya menjelma semacam fauna buas yang menyalak, mengecam, serta membahayakan diri serta orang- orang di sekitarnya.

Orang yang tenang disaat amarah meledak, tiada lain meneladani akhlak mulia para Nabi serta bijak bestari. Nabi Muhammad diketahui selaku orang yang nyaris tidak sempat marah selama hidupnya. Bisa jadi cuma terdapat satu riwayat, kala Nabi memarahi teman Usamah bin Zaid bin Haritsah sebab suatu kesalahan parah di medan perang mengalami suku Juhainah.

Pasukan Islam sukses mengalahkan mereka. Tetapi terdapat seseorang musuh yang melarikan diri. Kala sukses ditangkap serta terdesak, pria itu mengucap La ilaha illa Allah. Usamah juga tidak berikan ampun serta langsung menombaknya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline