Saya masih di kantor di bilangan Khatib Sulaiman ketika gempa Aceh (sudah tiga kali, dengan lebih 8 SR) menjalar sampai ke kota Padang. Saat itu saya bersiap tuk menunaikan shalat Ashar. Baru saja azan. Tiba-tiba rekan saya berteriak :"gempa! gempa!". Bergegas kami berjalan ke bagian belakang kantor yang agak lapang. Lebih dari semenit lamanya tanah berayun, motor dan mobil yang diparkir bergoyang-goyang. Bangunan sepeti kapal yang diayun alunan gelombang laut.
Jalan Khatib Sulaiman padat merayap. Memang, jalan utama kota Padang ini berjarak tidak sampai 1 km dari pantai. Tapi apa hendak dikata, macet. Sebagian besar menuju jalur evakuasi, Jl Jhony Anwar. Yang membuat macet barangkali tidak semua menuju jalur evakuasi. Ada yang mesti mencari anak-anak dan keluarga lainnya. Saya sendiri yang baru 4 bulan tinggal di Padang setelah merantau selama 18 tahun sedikit kaget. Tapi melihat ketenangan teman-teman di kantor, hati ini sedikit lega. Hanya saya khawatir dengan 2 anak dan ibunya yang sulit dihubungi karena sinyal handphone terganggu.
Akhirnya saya berangkat pulang dengan motor. Jalan Jhony Anwar padat. Semua orang sepertinya menuju Timur kota Padang. Apalagi di Simpang Kandis (sering disebut Simpang Tinju) malah macet. Yang mengherankan, kok anak-anak muda yang seharusnya berani malah terlihat ketakutan. Dengan keterampilan mereka membawa motor, mereka seperti kesetanan. Meliuk-liuk ditengah padatnya kendaraan. Mengerikan. Sepertinya pemberani, tapi menurut saya itu malah pertanda sikap penakut.
Tak lama saya sampai di Perumnas Siteba Indah, di mana saya berdomisili. Perumahan ini dibangun tahun 1979. Tapi bangunan kebanyakan direhab sehingga tampak asri. Jelas penghuninya sebagian besar sudah berusia 60-70 tahun. Bayangkan jika mereka dulu membeli perumnas ini pada usia 25-30 tahun.
Yang saya salut, tetangga kami yang beranjak uzur itu menanggapi dengan tenang. Padahal saya sudah bersiap mengevakuasi anak dan istri ke wilayah Timur kota. Apalagi tersiar kabar air laut sudah naik. Akan halnya para tetangga kami yang sudah uzur itu malah menaggapi dengan kalem"wah, mas, gempanya kan di Aceh....tenang saja. Toh kita masih nangkap acara TV One dan Metro kan? Jika memang terjadi tsunami di Aceh, masih ada waktu kok buat kita bersiap. Tunggu saja pengumuman resmi pemerintah. Ada juga di antara mereka yang pegang radio dengan chanel RRI.
Saya dengar sebagian besar warga kota sudah pada mengungsi ke Padang Timur dan Kuranji. Sementara kami di sini yang berjarak 3 km dari garis pantai bersikap biasa-biasa saja. Bukannya takabur. Tenang lebih baik. Setelah makan malam bersama anak istri, saya pun mulai menulis catatan ini hingga selesai.
Pembaca yang budiman, mohon doanya kami di bagian Barat Sumatra ini baik-baik saja. Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H