Pengangguran adalah salah satu permasalahan ekonomi yang telah lama menjadi perhatian banyak pihak, terutama di Indonesia. Masalah ini telah menjadi persoalan serius, mengingat tingkat pengangguran yang terus meningkat. Banyak masyarakat Indonesia yang menghadapi kesulitan dalam memperoleh pekerjaan, baik karena terbatasnya peluang kerja maupun ketidak sesuaian antara kualifikasi yang dimiliki dengan kebutuhan pasar kerja. Fenomena ini tidak hanya dialami oleh lulusan sekolah menengah atas, tetapi juga oleh lulusan perguruan tinggi, termasuk mereka yang berasal dari universitas-universitas ternama. Kendala ini menunjukkan adanya kesenjangan antara pendidikan yang diperoleh dengan tuntutan dunia kerja yang semakin kompetitif. Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk setiap tahunnya, jumlah pencari kerja juga mengalami peningkatan, yang menyebabkan beban pada ketersediaan lapangan pekerjaan. Ketika jumlah lowongan kerja tidak sebanding dengan jumlah pencari kerja, pengangguran pun terjadi.
Kondisi ekonomi, kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada rakyat, pembangunan sektor ekonomi yang tidak sesuai dengan kebutuhan, tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah, dan terbatasnya peluang kerja adalah faktor lain yang mempengaruhi terjadinya pengangguran. Suparmono (2018) menyatakan bahwa pengangguran dapat didefinisikan sebagai ketidakmampuan seseorang dalam angkatan kerja untuk mendapatkan pekerjaan yang memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka. Ini menunjukkan bahwa pengangguran mencakup tidak hanya mereka yang aktif mencari pekerjaan, tetapi juga mereka yang bekerja tetapi tidak memenuhi standar produktivitas, intensitas, atau durasi kerja tertentu. Selain itu, masalah pengangguran di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai hal, seperti kebijakan pemerintah yang tidak mendukung sektor ketenagakerjaan, pertumbuhan populasi, dan ketimpangan gender dalam angkatan kerja, tunjukkan bahwa ada masalah struktural di ekonomi yang berdampak pada produktivitas dan tingkat penghasilan secara keseluruhan. Oleh karena itu, untuk menyelesaikan masalah ini, kebijakan yang efektif dan inklusif harus diterapkan. Kebijakan ini harus meningkatkan investasi dalam pendidikan dan pelatihan keterampilan, membangun sektor ekonomi yang berkelanjutan, dan memberikan kesempatan kerja bagi semua lapisan masyarakat. Elmizan dan Asy'ari (2021) mengatakan pengangguran adalah ketika banyak orang usia kerja mencari pekerjaan tetapi tidak berhasil. Hal ini menunjukkan bahwa ada masalah struktural dalam ekonomi yang berdampak pada produktivitas dan tingkat penghasilan secara keseluruhan.
Menurut Aryadi, ada dua jenis kesempatan kerja. Yang pertama adalah di dunia usaha atau industri sebagai pekerja atau manajemen industri. Yang kedua adalah sebagai wirausaha atau TKM yang juga memiliki kemampuan untuk menciptakan lapangan kerja. Jumlah orang yang ingin menjadi wirausahawan masih sedikit di Indonesia, tetapi pemulihan ekonomi pasca pandemi yang terus meningkat setiap tahunnya mendorong peningkatan jumlah wirausahawan. Momentum pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung saat ini harus dimanfaatkan secara maksimal oleh pemerintah. Salah satu langkah penting yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), khususnya di kalangan generasi muda yang tertarik untuk membuka usaha atau berwirausaha. Pemerintah menyadari pentingnya peningkatan kualitas SDM untuk mendorong aktivitas kewirausahaan yang masih tergolong rendah, yakni sekitar 3,47%. Angka ini masih jauh dari target yang telah ditetapkan, yaitu rasio kewirausahaan sebesar 3,95% dan pertumbuhan wirausaha baru sebesar 4% pada tahun 2024.
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,86 juta orang pada Agustus 2023. Jumlah ini berkurang sekitar 560 ribu orang atau 6,77% dibanding Agustus 2022. Penurunan jumlah pengangguran tersebut tidak lepas dari peran para wirausaha, Dengan adanya pembukaan suatu usaha tentu hal tersebut akan menambah kesempatan bagi masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan dan juga menambah pendapatan. Jika banyak masyarakat yang tertarik untuk menjalankan kegiatan kewirausahaan tentu akan menekan pengangguran karena banyak lapangan pekerjaan baru yang dihasilkan. Dimasa-masa saat ini untuk membuka usaha dalam basis digital merupakan kesempatan emas untuk dilakukan, banyak wirausahawan yang sukses dengan terjun ke dunia digital. Kewirausahaan digital merujuk pada proses mendirikan dan mengelola bisnis yang memanfaatkan teknologi digital sebagai fondasi utama operasionalnya. Hal ini mencakup berbagai bidang, seperti perdagangan elektronik, aplikasi mobile, platform media sosial, serta teknologi cloud dan big data. Pengusaha digital adalah orang yang memanfaatkan teknologi digital untuk menciptakan produk atau layanan baru, mendistribusikannya, dan membangun hubungan dengan pelanggan melalui platform online.
Berbeda dengan kewirausahaan tradisional yang sering memerlukan investasi besar untuk toko fisik, stok barang, dan tenaga kerja, kewirausahaan digital memberi kesempatan bagi pengusaha untuk memulai bisnis dengan modal yang lebih rendah. Dengan memanfaatkan internet dan teknologi digital, mereka dapat mengakses pasar global dengan cara yang lebih efisien dan cepat. Di era sekarang yang serba digital pasar pun mengalami pengalihan dimana sekarang pasar lebih hidup dilakukan secara digital yaitu dalam platform jual beli online seperti shopee, lazada, tokopedia, blibli dan lain sebagainya. Dalam perkembangan pasar online, sebuah studi oleh SnapCart mengungkapkan bahwa Shopee menempati posisi teratas sebagai platform e-commerce yang paling dikenal dan banyak digunakan oleh sebagian besar masyarakat. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa 75% responden menyebutkan Shopee sebagai aplikasi atau situs belanja online yang pertama kali mereka pikirkan, diikuti oleh Tokopedia dengan kontribusi sekitar 18%, dan Lazada dengan persentase sekitar 5%. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang apakah marketplace bisa disebut sebagai pasar. Jawabannya adalah iya, sesuai dengan definisi pasar yang menggambarkan tempat di mana pembeli dan penjual berinteraksi atau tempat bertemunya permintaan dan penawaran, tanpa harus ada transaksi yang terjadi. Konsep ini sejalan dengan apa yang terjadi dalam marketplace, meskipun perbedaan utamanya terletak pada lokasi fisiknya, yaitu offline dan online.
Pertumbuhan ekonomi digital mengalami peningkatan yang signifikan seiring berjalannya waktu, terlebih lagi dengan masuknya era ekonomi digital. Menteri Perdagangan menyatakan bahwa untuk memaksimalkan potensi ekonomi digital, beberapa aspek perlu diperbaiki, seperti infrastruktur telekomunikasi, perlindungan konsumen dalam dunia digital, serta penyediaan tenaga kerja yang terampil di bidang teknologi. Tak kalah penting, pembentukan ekosistem inovasi yang dapat mendukung kemajuan ekonomi digital juga menjadi kunci. Selain itu, efisiensi pelayanan publik, kekuatan ekonomi digital, serta tata kelola dan strategi digital yang tepat juga merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan. (Benaya Thimothy, 2023). Kewirausahaan berbasis digital ini tentu dapat memperluas jangkauan penjualannya dengan mudah karena banyak orang orang yang akan mengetahui bukan hanya dari ruang lingkup wilayah usaha itu sendiri melainkan berbagai wilayah bahkan luar negeri karena kemudahan akses dalam kewirausahaan digital ini untuk dijangkau, dari hal tersebut maka target dan keuntungannya pun akan lebih banyak dibandingkan pasar biasa. Dalam era digital ini, terdapat berbagai faktor yang dapat mengurangi hambatan dalam berwirausaha, seperti mempercepat proses berwirausaha, menjadikannya lebih terjangkau dan mudah, serta membuka lebih banyak peluang kolaborasi yang dapat meningkatkan efektivitas suatu usaha.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H