Lihat ke Halaman Asli

Eva Istiqomah

Institut Agama Islam Negeri Kudus

Penyelesaian Wanprestasi Pada Pembiayaan Murabahah di KJKS BMT Muamalah Mulia Kudus

Diperbarui: 11 Desember 2024   19:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perekonomian menjadi suatu parameter taraf keberhasilan suatu negara dalam pembangunan. Oleh karena itu, terbentuknya kebijakan keuangan yang mengatur pergerakan perekonomian. Tugas dari pada kebijakan keuangan itu guna mencegah arus mobilisasi dana yang mengendap pada satu orang, setelah itu dana tersebut bertukar menjadi jasa keuangan masyarakat, sehingga terbentuklah siklus uang. Di Indonesia kebijakan keuangan terbentuk dan dilakukan dengan dua system, yaitu syariah dan konvensional. Kebijakan keuangan konvensional menjadi pelopor esensial pada kebijakan keuangan Indonesia, oleh karenanya terbentuklah lembaga-lembaga keuangan konvensional dari pada lembaga keuangan syariah. Dengan berkembangnya zaman, lembaga keuangan Syariah telah berkembang pesat salah satunya Baitul Maal Wat Tamwil (BMT).

Lahirnya Baitul Maal Wat Tamwil di Indonesia adalah sebuah tongak estafet dari lembaga keuangan konvensional mikro. Pada tahun 1992, Pusat Inkubasi Bisnis Usaha melaunching lembaga keuangan syariah mikro dengan nama Baitul Mal Wat Tamwil dengan meliris produk-produk penyokong siklus perekonomian masyarakat. Produk itu menjadi penyokong perekonomian khususnya dalam hal pembiayaan. Pembiayaan dengan prinsip syariah dikenal dengan istilah pembiayaan murabahah. Pembiayaan murabahah merupakan akad transaksi jual beli barang dengan nilai jual sekitar sebanyak biaya perolehan ditambah income yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yang mana BMT semestinya mengungkapkan biaya perolehan barang kepada nasabah.

Di Jl. Mejobo RT 02 RW 02, Desa Megawon, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, terdapat lembaga keuangan syariah yang kegiatan menawarkan berbagai produk sesuai prinsip syariah, yaitu KJKS BMT Muamalah Mulia Kudus. Lembaga keuangan tersebut membantu pembiayaan dan siklus perekonomian masyarakat Kudus. Salah satu produk pembiayaan dari lembaga keuangan tersebut yang populer adalah pembiayaan murabahah. Produk ini sangat cocok untuk pembelian barang konsumsi atau modal usaha. Selain itu, ada juga pembiayaan musyarakah, yang berbasis kemitraan yang mana profit dan kerugian dibagikan sesuai kesepakatan antara BMT dan nasabah.

Namun, dalam implementasinya pembiayaan di KJKS BMT Muamalah Mulia Kudus terdapat problematika yang serius dan terdapat beberapa faktor yang disebabkan diantaranya, masyarakat masih belum tau ataupun belum memahami akan pembiayaan murabahah, oleh karenanya masih banyak menganggap bahwa pembiayaan murabahah itu sama dengan pembiayaan konvensional. KJKS BMT Muamalah Mulia Kudus berkedudukan sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli, problem yang sering ditemukan di KJKS BMT Muamalah Mulia Kudus adalah kasus wanprestasi berupa nasabah lambat melunasi kewajibannya ataupun ketidakmampuan nasabah untuk melunasi kewajibanya dengan alasan yang beragam. Oleh karena itu penulis akan memaparkan upaya KJKS BMT Muamalah Mulia Kudus ketika nasabah melakukan wanprestasi.

Upaya KJKS BMT Muamalah Mulia Kudus Ketika Nasabah Melakukan Wanprestasi

Secara garis besar suatu permasalahan wanprestasi bisa diselesaikan dengan memakai dua alternatif yaitu dengan cara litigasi dan cara non litigasi. Penyelesaian permasalahan dengan cara litigasi yaitu proses alur penyelesaian sengketa dilakukan melalui pengadilan. Sedangkan non litigasi dengan cara penyelesaian sengketa wanprestasi itu dilakakukan diluar pengadilan, hal ini dapat dilaksanakan dengan cara musyawarah, mediasi, dan lain-lain.

Wanprestasi di KJKS BMT Muamalah Mulia Kudus merujuk pada kegagalan nasabah dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian yang disepakati antara nasabah dan KJKS BMT Muamalah Mulia Kudus. Dalam konteks BMT, yang merupakan lembaga keuangan berbasis syariah, wanprestasi tidak hanya melibatkan masalah finansial, tetapi juga harus mengikuti ketentuan prinsip syariah yang meliputi keadilan, keterbukaan, dan ketaatan terhadap aturan.

Penyelesaian permasalahan wanprestasi di KJKS BMT Muamalah Mulia Kudus dilaksanakan melalui cara musyawarah yang diiringi dengan kekeluargaan dan humanisme oleh pihak KJKS BMT Muamalah Mulia Kudus atau melalui jalur yang disebut non-litigasi, KJKS BMT Muamalah Mulia Kudus melakukan komunikasi langsung dengan nasabah guna memahami penyebab wanprestasi dan mencari solusi bersama. Pendekatan ini dimaksudkan untuk menciptakan suasana yang kondusif dan saling mendukung, sehingga nasabah merasa didengar dan dihargai.

Dalam proses non-litigasi ini KJKS BMT Muamalah Mulia Kudus memiliki upaya strategis dalam menyelesaikan persoalan tersebut secara kekeluargaan yaitu:

  • Ketika nasabah lambat melunasi kewajibannya, KJKS BMT Muamalah Mulia Kudus dapat memberikan perpanjangan waktu berupa penjadwalan ulang pembayaran (rescheduling) atau perubahan syarat-syarat pembiayaan (reconditioning). Langkah ini diambil untuk membantu anggota mengatasi masalah keuangan tanpa menambah beban yang berlebihan. Dengan memberikan perpanjangan waktu ini, KJKS BMT Muamalah Mulia Kudus berharap nasabah dapat kembali stabil dan melanjutkan pembayaran sesuai kesepakatan.
  • Ketika nasabah tidak mampu untuk melunasi kewajibanya, maka KJKS BMT Muamalah Mulia Kudus melakukan pendekatan persuasif terlebih dahulu. Mereka akan menghubungi nasabah tersebut untuk mencari tahu alasan ketidakmampuan membayar dan menawarkan solusi seperti restrukturisasi, pembiayaan, dan perpanjangan waktu pembayaran. Disamping itu, jika nasabah lari dari kewajibannya, KJKS BMT Muamalah Mulia Kudus akan menggerakan tim collector untuk melacak keberadaan nasabah tersebut. Selain itu, KJKS BMT Muamalah Mulia Kudus juga memanfaatkan jaminan yang telah diserahkan oleh nasabah sebagai bentuk pengamanan pembiayaan. Kemudian, dalam kasus nasabah yang meninggal dunia, KJKS BMT Muamalah Mulia Kudus akan berkoordinasi dengan ahli waris untuk menyelesaikan kewajiban yang tertunda. Mereka akan memeriksa apakah ada asuransi jiwa yang dapat digunakan untuk melunasi sisa pembiayaan. Jika tidak ada, ahli waris akan diminta untuk melanjutkan pembayaran sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat sebelumnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline