Lihat ke Halaman Asli

Keluaran 4:24-26: Tafsiran pada "Pengantin Darah"

Diperbarui: 24 November 2024   13:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kisah dalam Keluaran 4:24-26 tidak hanya memukau karena sifatnya yang singkat tetapi juga karena narasinya yang memuat berbagai lapisan makna teologis, simbolis, dan historis. Perikop ini menggambarkan suatu momen yang tampaknya tidak terduga dalam perjalanan Musa menuju Mesir setelah menerima panggilan ilahi untuk membebaskan bangsa Israel. Kehendak Tuhan untuk "membunuh Musa atau anaknya" menimbulkan beragam pertanyaan tentang alasan di balik tindakan tersebut, simbolisme sunat, dan peran Zipora sebagai penyelamat dalam cerita ini.

Berikut adalah isi dari perikop Keluaran 4:24-26 menurut Alkitab Terjemahan Baru (TB):

4:24 Tetapi di tengah jalan, di suatu tempat bermalam, TUHAN bertemu dengan Musa dan berikhtiar untuk membunuhnya.
4:25 Lalu Zipora mengambil pisau batu, dipotongnya kulit khatan anaknya, kemudian disentuhnya dengan kulit itu kaki Musa sambil berkata: "Sesungguhnya engkau pengantin darah bagiku."
4:26 Lalu TUHAN membiarkan Musa. "Pengantin darah," kata Zipora waktu itu, karena mengingat sunat itu.

Siapa Target Tuhan: Musa atau Salah Satu Anaknya?

Salah satu aspek yang paling sering diperdebatkan dalam teks ini adalah identifikasi subjek yang menjadi target kemarahan Tuhan. Kata ganti dalam teks Ibrani asli ambigu, sehingga memungkinkan dua interpretasi utama:

  1. Musa sebagai target: Beberapa sarjana percaya bahwa Musa menjadi target karena ia lalai memenuhi kewajiban perjanjian sunat terhadap putranya. Kegagalan ini dianggap melanggar perintah yang sangat fundamental dalam hubungan perjanjian antara Tuhan dan umat-Nya. Dengan kata lain, Tuhan hendak menghukum Musa sebagai peringatan akan keseriusan perjanjian itu.
  2. Anak Musa sebagai target: Interpretasi lain melihat anak Musa sebagai subjek. Pendukung pandangan ini berargumen bahwa tindakan Zipora, menyunat anak mereka, langsung menyelesaikan konflik, mengisyaratkan bahwa anak tersebutlah yang berada dalam bahaya. Dalam hal ini, teks menjadi peringatan akan pentingnya sunat sebagai tanda hubungan perjanjian dengan Tuhan.

Perspektif Rabinik: Ketaatan pada Perjanjian

Dalam tradisi rabinik, kisah ini sering dipahami sebagai teguran terhadap Musa. Sebagai pemimpin yang dipilih untuk membebaskan bangsa Israel, Musa diharapkan menunjukkan ketaatan total pada perintah Tuhan. Lalainya Musa untuk menyunat anaknya dilihat sebagai ketidakpatuhan yang harus segera diperbaiki. Midrash menyoroti peran Zipora sebagai seorang istri yang bijaksana dan cepat bertindak. Ia tidak hanya menyelamatkan Musa atau anaknya tetapi juga memastikan kelangsungan misi Musa sebagai utusan Tuhan.

Zipora juga muncul sebagai figur penting dalam menyelamatkan keluarga dari ancaman ilahi. Tindakannya menunjukkan bahwa perempuan, meskipun sering kali tidak ditonjolkan dalam narasi patriarkal, memainkan peran signifikan dalam mempertahankan perjanjian Tuhan. Ritual sunat yang ia lakukan menjadi simbol dari ketaatan pada hukum Tuhan dan pentingnya darah sebagai lambang perjanjian suci.

Simbolisme dalam Tradisi Katolik

Dalam tradisi Katolik, teks ini sering ditafsirkan secara simbolis. Darah sunat yang dicurahkan dipandang sebagai bayangan dari darah Kristus yang akan datang sebagai korban penebusan dosa manusia. Dalam perspektif ini, tindakan Zipora bukan hanya tindakan penyelamatan literal tetapi juga melambangkan prinsip teologis yang lebih besar: penebusan melalui darah.

Teolog Katolik awal, seperti Origen dan Agustinus, menghubungkan peristiwa ini dengan doktrin keselamatan. Zipora, dalam interpretasi ini, digambarkan sebagai figur yang mewakili Gereja, lembaga yang bertindak untuk menyelamatkan melalui pemeliharaan hukum ilahi. Ungkapan "pengantin darah" juga sering dikaitkan dengan hubungan perjanjian yang dipelihara oleh darah, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.

Pendekatan Historis: Budaya dan Ritual

Pendekatan historis terhadap teks ini berusaha memahami kisah tersebut dalam konteks budaya kuno. Ritual sunat tidak hanya memiliki makna religius tetapi juga berfungsi sebagai tanda identitas budaya dalam masyarakat Semitik. Latar belakang Zipora sebagai orang Midian menambah dimensi menarik pada cerita ini. Dalam budaya Midian, ritual darah sering kali memiliki elemen perlindungan atau pengusiran roh jahat. Hal ini memungkinkan penafsiran bahwa tindakan Zipora tidak hanya bersifat ritualistik tetapi juga apotropaik, yaitu bertujuan untuk menangkal bahaya atau kutukan.

Beberapa sarjana juga mencatat bahwa cerita ini mungkin berasal dari tradisi yang lebih tua dan dimasukkan ke dalam narasi Musa sebagai elemen tambahan. Tindakan Zipora mungkin mencerminkan pengaruh tradisi Midian atau menyoroti dinamika lintas budaya dalam teks Alkitab.

Makna Teologis dan Relevansi Kontemporer

Kisah ini tetap relevan hingga saat ini karena menyentuh tema universal tentang ketaatan, tanggung jawab, dan hubungan manusia dengan Tuhan. Sebagai seorang pemimpin besar, Musa diingatkan bahwa ia tidak kebal terhadap tuntutan perjanjian Tuhan. Peran Zipora menegaskan bahwa individu, terlepas dari posisi atau gender mereka, dapat menjadi alat Tuhan untuk menyelamatkan dan melanjutkan rencana-Nya.

Selain itu, teks ini mengajarkan pentingnya mendengar suara hati nurani dan bertindak cepat dalam situasi kritis. Keberanian Zipora untuk melaksanakan ritual yang mungkin asing baginya menunjukkan komitmennya terhadap keluarganya dan pemahaman mendalam akan pentingnya perjanjian Tuhan.

Referensi dan Sumber

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline