Kunjungan ke Pondok Pesantren Terpadu Bismillah merupakan sebuah pengalaman yang kaya akan pembelajaran tentang arti persatuan dan persahabatan di tengah keberagaman. Sebagaimana ditegaskan oleh Paus Fransiskus dalam kunjungannya ke Masjid Istiqlal, "Persatuan lahir dari ikatan persahabatan pribadi, dari rasa saling menghormati, dari saling mempertahankan ruang dan ide orang yang lain. Semoga Anda selalu menjaganya." Kutipan ini menjadi landasan penting dalam memahami esensi dari interaksi lintas budaya dan agama, khususnya dalam konteks kunjungan ke Ponpes Bismillah.
Ketika pertama kali memasuki lingkungan Ponpes Bismillah, nuansa kesederhanaan dan keteraturan langsung terasa. Para santri menjalani rutinitas harian dengan penuh semangat dan disiplin, mengikuti jadwal yang telah terstruktur dengan baik, mulai dari bangun di waktu subuh hingga malam hari. Bangunan-bangunan di Ponpes Bismillah pun umumnya bersahaja, mencerminkan kehidupan yang sederhana namun sarat makna. Di aula utama, lantunan ayat-ayat suci Al-Quran menciptakan suasana khidmat dan mendalam, menunjukkan dedikasi yang tinggi terhadap pembelajaran agama. Lingkungan Ponpes Bismillah menjadi saksi bisu semangat para santri dalam menuntut ilmu dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
Hari pertama di Ponpes Bismillah diwarnai dengan proses adaptasi dengan lingkungan yang baru. Dalam suasana awal yang mungkin terasa asing, keberanian untuk berinteraksi menjadi kunci untuk membuka pintu kebersamaan. Bermain alat musik tradisional bersama para santri menjadi momen yang tak terlupakan. Melalui aktivitas ini, terlihat jelas bahwa seni memiliki kekuatan universal yang mampu menjembatani perbedaan. Musik bukan hanya menghilangkan rasa canggung, tetapi juga menciptakan ruang untuk membangun hubungan yang lebih akrab.
Hari kedua membawa pengalaman yang lebih mendalam. Seminar tentang hubungan antara Pancasila, agama, dan toleransi menjadi salah satu momen penting dalam kunjungan ini. Dalam diskusi yang interaktif, para santri mengungkapkan pandangan-pandangan menarik tentang bagaimana keberagaman di Indonesia dapat dirayakan tanpa harus mengorbankan identitas masing-masing. Pesan tentang pentingnya saling menghormati dan menghargai perbedaan kembali mengemuka, menegaskan dialog sebagai jembatan penghubung di tengah kemajemukan. Sebagaimana ditegaskan oleh Paus Fransiskus, persatuan tidak akan terwujud tanpa adanya rasa hormat terhadap sesama.
Di sore hari, kesempatan untuk mengikuti kelas bersama para santri memberikan pengalaman unik. Meskipun berasal dari latar belakang yang berbeda, interaksi di kelas terasa semakin cair. Candaan ringan dan pertanyaan-pertanyaan sederhana menjadi benih-benih persahabatan yang tumbuh selama kunjungan. Dalam momen-momen ini, terasa bahwa perbedaan hanyalah sekadar latar belakang, sementara rasa kebersamaan menjadi inti dari hubungan antar manusia.
Malam harinya, acara hiburan yang diisi dengan nyanyian berbahasa Arab menciptakan suasana santai dan mempererat hubungan. Duduk bersama, menikmati lantunan lagu-lagu, dan berbagi tawa menciptakan kehangatan yang membekas. Momen ini menjadi bukti nyata bahwa dengan saling membuka diri, kebahagiaan dapat ditemukan di tengah perbedaan. Persahabatan yang terjalin di malam itu mencerminkan pesan Paus Fransiskus bahwa persatuan lahir dari hubungan yang tulus dan saling menghormati.
Hari terakhir kunjungan ditutup dengan kebersamaan yang tak terlupakan. Perjalanan ke curug bersama para santri menjadi momen yang penuh keakraban dan kegembiraan. Bermain air di sungai yang jernih, bercanda, dan berbagi makanan menciptakan kenangan indah. Di alam terbuka yang sejuk dan damai, semua perbedaan latar belakang seakan sirna, digantikan oleh rasa kebersamaan yang murni. Persahabatan yang telah terjalin selama kunjungan terasa semakin erat.
Pengalaman ini memberikan pelajaran berharga bahwa interaksi langsung merupakan cara paling efektif untuk meruntuhkan prasangka. Banyak orang membangun stereotip tentang pesantren atau umat Muslim karena kurangnya pemahaman. Namun, pengalaman ini menunjukkan bahwa para santri adalah individu-individu yang penuh ketulusan, kebaikan, dan dedikasi. Dengan saling membuka diri, prasangka dapat digantikan oleh rasa hormat dan persahabatan sejati.
Pesantren memiliki peran strategis sebagai lembaga pendidikan yang tidak hanya mengajarkan nilai-nilai agama, tetapi juga mempromosikan toleransi dan kerukunan antarumat beragama. Sebagaimana dijelaskan oleh Nafis (2014), pesantren telah bertransformasi menjadi institusi inklusif yang mendukung dialog lintas budaya dan agama, mencerminkan konsep rahmatan lil 'alamin atau berkah bagi semesta. Kunjungan ke pesantren menjadi cara efektif untuk meruntuhkan stereotip dan membangun persahabatan sejati. Interaksi langsung dengan santri memperlihatkan nilai-nilai kemanusiaan universal, seperti keramahan dan penghormatan terhadap keberagaman, yang menjadi fondasi penting dalam membangun masyarakat yang harmonis.
Pesan Paus Fransiskus, "Persatuan lahir dari ikatan persahabatan pribadi, dari rasa saling menghormati, dari saling mempertahankan ruang dan ide orang yang lain. Semoga Anda selalu menjaganya," menjadi pengingat untuk terus menjaga semangat persatuan. Dalam setiap langkah kecil untuk saling mengenal dan memahami, ada harapan untuk menciptakan dunia yang lebih damai. Kunjungan ke Ponpes Bismillah ini memberikan bukti nyata bahwa persatuan bukan hanya sebuah konsep abstrak, melainkan sesuatu yang dapat diwujudkan melalui tindakan sederhana seperti mendengarkan, menghormati, dan berbagi.
Kunjungan ini bukan sekadar perjalanan, melainkan pelajaran tentang pentingnya merangkul perbedaan. Dalam setiap interaksi, terlihat bahwa keberagaman adalah kekayaan yang perlu dirayakan. Dengan saling menghormati dan memahami, dinding-dinding prasangka dapat diruntuhkan, digantikan oleh jembatan persahabatan yang kokoh. Semangat untuk terus menjaga persatuan yang lahir dari penghormatan dan persahabatan adalah warisan berharga dari perjalanan ini, sebuah warisan yang akan terus menginspirasi langkah ke depan.