Hanya sedikit kasus kekerasan seksual terhadap perempuan yang berhasil terungkap, sementara sebagian besar tetap tersembunyi akibat stigma sosial dan minimnya dukungan bagi korban. Banyak korban memilih untuk diam karena takut disalahkan atau tidak dipercaya.
Fenomena ini menunjukkan bahwa kekerasan seksual bukan sekadar isu individu, tetapi juga persoalan struktural yang memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak.
1. Data Terbaru: Kekerasan Seksual terhadap Perempuan Meningkat di 2023
Menurut laporan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), sepanjang tahun 2023 tercatat 401.975 kasus kekerasan terhadap perempuan. Dari jumlah tersebut, kekerasan seksual menempati porsi yang besar dengan 15.621 kasus.
Angka ini menunjukkan peningkatan yang mengkhawatirkan, mencerminkan realitas pahit yang dihadapi perempuan di Indonesia. Kekerasan seksual tidak hanya merusak secara fisik, tetapi juga memberikan dampak psikologis dan sosial yang mendalam, menuntut perhatian yang lebih serius dari semua pihak.
Data serupa dikonfirmasi oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), yang mencatat 6.993 kasus kekerasan seksual dari total 26.161 laporan kekerasan terhadap perempuan pada tahun yang sama. Lonjakan angka ini menjadi alarm bagi pemerintah dan masyarakat untuk memperkuat upaya pencegahan, memberikan dukungan yang lebih baik bagi korban, dan memastikan penegakan hukum yang tegas. hal ini diperlukan agar perempuan dapat hidup tanpa rasa takut dan menikmati hak-hak mereka secara utuh.
2. Mengapa Kasus Kekerasan Seksual Terus Meningkat?
Berbagai faktor berkontribusi pada peningkatan kekerasan seksual terhadap perempuan. Pandemi COVID-19 menjadi salah satu pemicu utama, memperburuk tekanan ekonomi dan sosial yang sering kali berujung pada kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan seksual.
Ketidakstabilan yang ditimbulkan oleh situasi ini membuat perempuan lebih rentan terhadap berbagai bentuk kekerasan, baik di ruang privat maupun publik. perkembangan teknologi informasi memunculkan tantangan baru berupa kekerasan berbasis gender online.
Fenomena ini mencakup penyebaran konten intim tanpa izin, pelecehan daring, hingga ancaman digital lainnya. Walaupun teknologi membawa kemudahan dalam berbagai aspek kehidupan, ia juga membuka ruang baru bagi kekerasan seksual, menjadikannya ancaman yang semakin kompleks untuk ditangani.
3. Hambatan Pelaporan: Rasa Takut, Stigma, dan Ketidakpercayaan pada Hukum
Angka kekerasan seksual terhadap perempuan terus meningkat, namun jumlah kasus yang dilaporkan masih rendah. Komnas Perempuan mencatat bahwa banyak korban enggan melapor karena takut akan ancaman pelaku, stigma sosial, dan rasa malu.
Menurut Dr. Zakiah Daradjat, seorang psikolog, "Stigma sosial seringkali memojokkan korban, membuat mereka merasa bersalah atau malu." Pandangan masyarakat yang sering menyalahkan korban semakin memperburuk keadaan, sehingga banyak korban memilih untuk tetap diam demi menghindari sorotan negatif. [1]