Pemahaman HAM yang Beragam dan Variatif
Meninjau kembali persoalan Hak Asasi Manusia di Indonesia, tak pantaslah persoalan ini dibumihanguskan dalam realitas publik. Persoalan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia telah menjadi tema utama dalam perbincangan kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Embrio HAM di Indonesia sudah tersemai sejak Orde Baru masih berkuasa. Meskipun hilang, tenggelam, serta kadang muncul ke permukaan untuk kebutuhan elitis saja, permasalahan mengenai takaran HAM setiap harinya selalu menjadi konteks yang sangat menarik dan memprihatinkan apabila kita cerna lebih jauh.
Sebelum lebih jauh berdialektika mengenai HAM, persoalan yang sering muncul adalah orang Indonesia belum mengerti apa itu HAM. Meskipun secara empirik tumbuh dan berkembang didalam masyarakat, tataran teorik dan praktik mengenai HAM masihlah jauh dari kata "paham". Berbagai alasan-alasan muncul tentunya di ruang publik, mulai dari ketidaktertarikan menanggapi isu ini dan yang sudah bosan mengkaji dan memberi perhatian karena tidak ada hasil progresif dari tahun ke tahun menelisik permasalahan sosial ini.
Definisi klasik dan menggejala dalam pemaknaan HAM yang sering dipakai dan dikutip adalah A human right by definition is a universal moral right, something which all men, everywhere, at all times ought to have, something of which no one may deprived without a grave affront to justice, something which is owing to every human being simply because he she(he) is human (Cranston, 1923: 36).
Dari definisi di atas dan sejumlah definisi lain yang diberikan dalam mencermati HAM, pemahaman atas HAM selanjutnya disebut sebagai berkarakter universal (untuk semua orang , waktu dan tempat), dimiliki oleh semua manusia (chan, 1995:28) dan harus dilakukan oleh semua manusia (Prajarto, 2003: 317). Dari sisi karakter ini saja sejumlah persoalan dan gugatan atas HAM kemudian mengemuka. Pertama tentang makna dan aplikasi universalitas HAM. Kedua, benarkah itu dapat dimiliki dan dilakukan oleh semua orang jika suatu sistem politik tidak memberi ruang gerak yang memadai?.
Dari pengertian HAM saja, defenisi tentang Hak Asasi Manusia berbeda-beda ketika seseorang menganggap mereka mendapatkan hak itu sejak lahir,di sisi lain ada yang menganggap mendapatkan kelayakan daripada HAM semenjak dalam kandungan. Tentunya masyarakat awam semakin dibingungkan dengan tataran konseptual HAM tersebut. Belum lagi ketika kita meninjau apa saja batas-batas HAM tersebut, menurut PBB dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) tentunya berbeda pula konsepsinya. Selama ini kita sudah terbiasa dengan definisi bahwa HAM adalah sebuah hak alamiah, hak yang "melekat" dalam diri setiap manusia. Demikian terbiasanya kita dengan definisi ini sehingga kita melupakan bahwa HAM yang kita kenal sekarang merupakan sebuah kesepakatan politik antar Negara, sebuah hukum internasional.
Meskipun terjadi berbagai pengertian baik secara yuridis atau empiris yang pemahamannya beragam, penulis dalam hal ini juga menegaskan dan menghilangkan anomali dan kebingungan tersebut dengan menegaskan bahwasanya setiap tindakan yang mengucilkan dan merendahkan manusia serta merampas hak yang seharusnya dimiliki subjek tersebut sudahlah ini termasuk dalam Pelanggaran HAM.
Antara Masa lalu dan Masa sekarang
Pembahasan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu sampai detik ini tak kunjung menemui titik temu. Antara pemerintah yang tidak tahu cara menyelesaikan masalah tersebut atau ada sesuatu hal yang masih belum diungkapkan serta dibukakan sehingga keberanian untuk membuka dan menyelesaikan masalah tersebut selalu tumpul dikarenakan benturan kepentingan.
Pelanggaran HAM hampir setiap hari terjadi di Indonesia, namun ruang untuk menyelesaikan setiap kasus tersebut tentunya berbeda pula. Ada pelanggaran HAM yang konteks penyelesaiannya cepat namun tak dapat dipungkiri juga masih banyak catatan-catatan hitam kelam yang belum terselesaikan pula pada hari ini.