Lihat ke Halaman Asli

Yasmine Agadia

Nim 2003050058

Menghapus Praktik Suap pada Pelaksaan Kampanye Kepala Daerah

Diperbarui: 10 Maret 2021   21:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menerima uang suap pada saat pelaksanaan kampanye kepala daerah

Saya Hani Putri Cahyadi dari Universitas STISIPOL RAJA AJI TANJUNG PINANG, ingin mengajukan pendapat saya mengenai "pilkada tahun 2020 kemarin"  seperti yang kita ketahui pemilihan kepala daerah yang berlangsung setiap 5 tahun sekali itu dilakukan untuk memilih pemimpin daerah yang pantas untuk memberi arahan, memimpin rakyat dengan bijak dan jujur. 

Di tengah era pandemi Covid-19, masyarakat akan memilih kepala daerah dalam pilkada serentak di Indonesia. Ada beberapa daerah yang akan melakukan pilkada tahun ini yang digelar di 270 daerah dan 9 provinsi,tepatnya ada 224 kabupaten dan 37 kota semua ini akan dilaksanankan secara serentak. 

Agar tidak terjadi kecurangan ada beberapa perartura yang harus di taati.salah satunya pada saat pencoblosan di TPS nanti nya. 

Di setiap TPS pasti ada penjagaan ketat yaitu di jaga polisi, di jaga hansip, dan ada juga orang dari bawaslu agar nantinya tidak ada keributan dari pendukung satu ke penduduk yg satunya dan slain itu juga ada saksi-saksi dari setiap calon bupati, gubernur, walikota fungsi para saksi-saksi di sana yaitu pada saat penghitungan suara nanti nya terlihat jelas dan tidak ada kecurangan sama sekali.

Namun walaupun ada pengawasan ketat sekalipun pasti tetap ada saja kepala daerah yang melakukan kecurangan pada saat pemilihan nanti. Awal-awalnya saja kepala daerah tersebut akan mengambil perhatian-perhatian masyarakat seperti merka akan belusukan ke rumah-rumah atau kedaerah-kedaerah dimana nantinya para calon-calon itu akan menjabat. 

Di situ nantinya disitu calon kepala daerah pasti akan bersosialisasi kepada masyarakat yang ada di sekitar lingkungan itu dan  juga akan memberi tahu apa visi misi dan tujuan calon kepala daerah tersebut kalau nantinya menjadi pemimpin. 

Selain itu pasti para calon-calon tersebut juga akan memberikan bantuan dana kepada masyaraka yang terkena musibah atau memberi bantuan dana kepada pembangunan-pembangunan selalin memberi dana uang bantuan calon kepala daerah juga pasti akan memberikan sembako seperti beras, minyak dan yang lainnya. Salah satu contoh nyatanya itu di tempat tinggal saya pada pemilihan bupati dan gubernur tahun 2020 kemarin. Calon-calon tersebut berlomba-lomba datang ke tempat daerah saya tinggal melakukan sosialisasi dan ada juga memberikan dana bantuan buat surau dan memberikan sebuah mobil ambulan.

namun yang saya lihat dari yang terjadi, hal itu tidak terlihat baik di Negara kita ini, pemilihan yang benar itu dinilai dari baiknya pemimpin tersebut, bagaimana responnya terhadap rakyat, bagaimana kesehariannya, dan juga apakah visi misi yang diberikan berbobot untuk kedepannya.

Namun yang sering terjadi sebelum pemilihan pemimpin itu ada yang namanya "serangan fajar" atau seperti contohnya dii iming imingi uang, agar memilih seorang ketua yang diminta, bagaimana bangsa bisa maju jika pemilihan pemimpin daerah saja sudah dilandasi dengan kecurangan? 

Saya bingung sekaligus heran, memang benar siapa sih yang nolak di kasih uang? Tapi tolong fikirkan kembali, berfikir soal kehidupan kedepannya, bagaimana negara bisa maju kalau dari pemilihan saja diawali dengan sogokan, bukan atas dasar penglihatan bahwa pemimpin tersebut adalah pemimpin yang berhak terpilih dan memimpin rakyat, melainkan karena keinginan untuk mendapat uang, hal yang harus difikirkan keras jangan mudah tergoyah karena dapat uang, uang bisa dicari.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline