Sungai Asahan merupakan sungai yang berada di Provinsi Sumatera Utara. Aliran Sungai Asahan mengalir dari Danau Toba dan berakhir di Teluk Nibung, Tanjung Balai, Kabupaten Asahan. Arus Sungai Asahan terkenal dengan kekuatannya yang besar sehingga menjadikannya sungai ketiga terbaik di dunia untuk kegiatan arum jeram. Soehoed (1983:1) mengatakan bahwa kekuatan arusnya yang begitu besar menjadikan Sungai Asahan salah satu sumber tenaga hidrolistrik yang tidak hanya besar tetapi juga ekonomis. Oleh sebab itu banyak yang ingin menaklukkan dan memanfaatkan kekuatan arusnya.
Pemanfaatan Sungai Asahan yang paling besar adalah dengan memanfaatkannya sebagai sumber tenaga yang menghasilkan listrik lewat Proyek Besar Asahan. Proyek Asahan merupakan Proyek yang mendayagunakan potensi air Sungai Asahan untuk mengembangkan Pembangkit Tenaga Listrik Air (PLTA) dan Pabrik Peleburan Aluminium (PPA) yang bertujuan untuk memajukan ekonomi regional Sumatera Utara dan Nasional dengan potensi hidrolistriknya sekitar lebih dari 1.000 MW. Proyek Asahan ini dilakukan dengan memanfaatkan Air Terjun Sigura-gura dan Air Terjun Tangga yang nantinya akan dibangun sebuah bendungan yakni Bendungan Sigura-gura dan juga Bendungan Tangga. Untuk mewujudkannya juga memiliki perjalanan yang panjang.
Proyek pembangunan di Sungai Asahan ini sebenarnya telah direncakan pada masa Pemerintah Kolonial Belanda namun, belum bisa terwujud akibat pecahnya Perang Dunia II. Beberapa tulisan mengenai Danau Toba dan Sungai Asahan pun telah dilakukan pada abad ke-18 dan 19. Kebanyakan penulisan di abad ini menggambarkan tentang keadaan alam, flora dan fauna, keadaan penduduk, dan terkadang untuk misi-misi tertentu seperti menyebarkan agama kristen.
Gagasan-gagasan untuk memanfaatkan Sungai Asahan pun mulai dilakukan pada abad ke-20 dengan melakukan beberapa penelitian hidrologi. Penelitian hidrologi yang pertama dilakukan secara teratur pada tahun 1908, oleh Dinas Tenaga Air dan Listrik milik Pemerintah Hindia Belanda bernama Dienst voor Waterkracht en Electricitiet. Pada tahun 1919 dilakukan studi kelayakan yang lebih terperinci lagi oleh Dienst voor Waterkracht en Electricitiet dengan beberapa perusahaan swasta Belanda. Pada tahun 1939 rencana untuk membangun PLTA Asahan mulai dilakukan oleh perusahan Belanda bernama N.V. Biliton Maatschappij. Beberapa perundingan dilakukan untuk memutuskan pengelolahan PLTA Asahan, lalu kemudian didirikanlah perusahaan baru yang akan mengurus proyek ini dengan nama N.V Maatschappij tot Exploitatie van Waterkracht in de Asahan River (MEWA) di Batavia pada 1 Mei 1941 dan juga N.V. Nederlandsch Indische Alumunium Industrie (NIAI) yang khusus mengelola Pabrik Peleburan Aluminium.
Pada tahun 1941 penggalian terowong saluran air mulai dilakukan, jalan dari Sigura-gura-Teluk Dalam juga mulai dibangun, dan proses pemerataan tanah untuk membangun pabrik juga dilakukan. Namun sayangnya, proyek ini harus diputus setelah meletusnya Perang Dunia II. Proyek pembangunan Asahan kembali diteliti pada masa kedudukan Jepang 1945-1945 oleh Korea Power Co.,Ltd yang dipimpin oleh Y. Kubota dengan membangun jalan antara Porsea sampai ke Sigura-gura dan juga memperbaiki jalan antara Porsea-Siborong. Namun sekali lagi, proyek ini harus terhenti akibat berakhirnya PD II yang membuat Nagasaki dan Hiroshima terbom. Di masa reformasi tahun 1945-1950, proyek untuk membangun Asahan tidak dilakukan sama sekali atau bisa dikatakan telah dilupakan karena kondisi di berbagai Indonesia yang masih kacau balau setelah kemerdekaan.
Tahun 1952, Muhammad Hatta berkenaan meninjau kembali proyek ini dan di tahun 1953 Biro Perancangan Negara bersatu kembali untuk mengaktifkan rencana ini. Pada 1957, tim USOM dari Amerika ingin melanjutkan proyek ini namun gagal karena pemberontakan PRRI merembak. Kemudian di tahun 1960, terdapat titik terang mengenai pembangunan proyek ini dengan melakukan kerja sama dengan Rusia. Tim pengamat dikerahkan untuk meneliti proyek ini lebih lanjut tahun 1963, pimpinan proyek ini adalah Ir Bisuk Siahaan. Di tahun 1965 terjadi kecelakaan yang mengakibatkan proyek ini harus terhenti.
Sejak akhir tahun 1966 pemerintah memutuskan bahwa Proyek Asahan tidak lagi dilanjutkan, sampai menunggu keuangan pemerintah membaik. Namun, pemerintah mengerluarkan Surat Keputusan bahwa proyek harus diberhentikan. Bisuk (1986:21) mengatakan bahwa intruksi pemerintah datang untuk menghentikan seluruh kegiatan, karena Proyek Asahan akan dilikuidasi dan dicoret dari daftar proyek pemerintah. Di dalam bukunya, Bisuk juga menunjukkan keprihatiannya terhadap para pekerja yang harus diberhentikan.
Y. Kuboto kembali lagi ke Indonesia dan menawarkan bantuan untuk memulai kembali Proyek Asahan pada tahun 1967. Rencana pemanfaatan listrik ini, Nippon Koie bersama dengan Kaiser Alumunium Internasional dari Amerika melakukan kerja sama. Nippon Koie memiliki rencana pokok untuk mengendalikan arus Sungai Asahan dengan meningkatkan tinggi muka air Danau Toba dengan suatu bendungan sehinggga tetap berada diantara ketinggian 906 m dan 902 m di atas permukaan laut.
Dilakukanlah penandatangan perjanjian antara Dapartermen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik dengan Nippon Koei untuk perencanaan dan penyelidikan Proyek PLTA Asahan tahun 1970. Penandatanganan Perjanjian Dasar Proyek Asahan dilakukan di Jakarta 7 Januari 1974, yang ditandatangani oleh Prof. Sadli dan konsorsium Jepang, Sugono. Pada 7 Juli 1975, dilakukannya penandatanganan Perjanjian Induk yang diberi nama Master Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Investors for Asahan Hydroelectric and Alumunium Project. Bisuk (1984: 284) menyebutkan bahwa perjanjian ini mengatur tentang hak dan kewajiban perusahaan yang akan mengelolah Proyek Asahan, menguraikan kewajiban Pemerintah Indonesia terhadap Perusahaan, tata cara serta persyarataan yang wajib ditaati PT INALUM, dan banyak lagi. Tujuan proyek ini adalah untuk mendapatkan energi listrik yang berkuatan minimum 1500 MW atau sama dengan 10 kali kekuatan hidrolistrik Proyek Jatiluhur.