Lihat ke Halaman Asli

Khrisna Pabichara

TERVERIFIKASI

Penulis, Penyunting.

Teriak NKRI Harga Mati, Pakai Bahasa Indonesia Minder

Diperbarui: 8 Maret 2023   07:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi merantai kata-kata dalam bahasa Indonesia dengan kebiasaan menggunakan bahasa asing (Gambar: knowlaw.in)

Memang luar binasa sebagian orang Indonesia. Mengaku cinta tanah air, mengaku bangga berbangsa Indonesia, mengaku NKRI harga mati, tetapi giliran berbicara malah minder berbahasa Indonesia.

Kamu jangan tersinggung, ya. Alinea pembuka di atas tidak tertuju kepadamu. Saya tahu, kamu selalu bangga berbahasa Indonesia. Kamu juga tidak minder berbahasa Indonesia. Bahkan, kamu mengaku sangat mencintai bahasa Indonesia.

Hanya sesekali kamu mengira bahwa bahasa Indonesia itu seperti semen, pasir, dan air. Bisa diaduk sama rata ataupun tidak sama rata. Kadang pakai basically, kadang pakai pada dasarnya. Sesekali pilih literally, sesekali pilih secara literal.

O, tidak begitu. Maaf. Saya pikir, kamu termasuk dalam kaum yang meyakini bahwa mencampuradukkan kata asing dan kata dalam bahasa Indonesia bisa menambah wawasan. Maafkan saya karena tidak begitu sepakat.

Kalau mau menambah wawasan, pahami makna kata asing yang kamu copot sesuka udel itu. Even, misalnya. Kata itu berarti 'bahkan'. Eh, even malah kamu sangka 'walaupun' atau 'sesuatu yang bernilai lebih'.

Literally, misalnya lagi. Aneh saja mendengar segelintir orang menyangka kata itu bermakna 'sangat' atau 'banget'. Gue literally marah sama lo. Ai. Asal comot, salah posisi, makna, dan kondisi pula.

Lebih parah lagi, frasa wich is (yaitu) sering ditukar dengan wich means (berarti). Wich is, gue gak benci sama lo. Benarkan dulu, dong. Wich means, gue gak benci sama lo. Soal wich is, bisa seperti kalimat berikut. Pelesir ke Bogor, yuk, wich is Kota Hujan yang punya Kebun Raya.

Jikalau comat-comot kata sesuka hati itu tidak didasari atas keinginan belajar yang gigih, alamat kian banyak penggunaan kata yang keliru. Ketika mendapat tugas menulis di kampus, pasti tidak ada yang dapat dilakukan selain kalang kabut.

Dosen menyuruh bikin makalah, kamu malah menyuruh orang lain, karena kamu merasa sangat goblok untuk sekadar menulis makalah. Mau bikin skripsi mesti cari joki, karena kamu merasa sangat tolol kendati sekadar menyusun skripsi.

Sungguh, jangan marah. Kamu tidak begitu. Orang lain yang biasa seperti itu. Lagi pula, kebiasan mencampuradukkan bahasa asing dan bahasa Indonesia bukan "hak milik" anak Jaksel belaka. Dan, bukan itu yang hendak saya ulas. Hiks.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline