Lihat ke Halaman Asli

Khrisna Pabichara

TERVERIFIKASI

Penulis, Penyunting.

Mengenal 4 Kaidah Penulisan Dialog

Diperbarui: 27 Maret 2021   09:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen Olah Pribadi

Kehadiran dialog dalam novel sangat vital. Selain memperkuat intensi cerita, dialog juga dapat mempertajam konflik dan memperkuat karakter tokoh. Namun, artikel ini tidak akan mengudar hal itu. Artikel ini saya tata untuk menemani kalian mengenali kaidah penulisan dialog.

Bagaimana dengan langkah taktis menulis dialog? Tenang, Kawan. Saya sudah pernah mengulasnya. Silakan klik tautan artikel berjudul “Trik Moncer Mengemas Dialog dan Narasi”. Artikel "Menyisir Dialog dalam Cerita" dapat juga kalian jadikan referensi.

Sekarang kita ulas seluk-beluk penulisan dialog. Ada empat kaidah penulisan dialog yang akan saya babar. Mari kita mulai.

1. Penggunaan tanda baca.

Setiap dialog mesti diapit oleh tanda petik. Huruf pertama dalam dialog harus menggunakan huruf kapital dan rapat dengan tanda petik.

  • Rahmat berkata, “ Aku sudah tahu di mana hatimu jatuh.” (Keliru)
  • Rahmat berkata, “Aku sudah tahu di mana hatimu jatuh.” (Tepat)

Jika dialog tidak disertai atribut atau label pewatas, gunakan tanda titik (.).

  • Rahmat marah, “Jangan bilang kamu sudah palingkan hatimu dariku!” (Keliru).
  • Rahmat marah. “Jangan bilang kamu sudah palingkan hatimu dariku!” (Tepat).
  • “Jangan bilang kamu sudah berpaling dariku,” Rahmat marah-marah. (Keliru)
  • “Jangan bilang kamu sudah berpaling dariku.” Rahmat marah-marah. (Tepat)

Apabila dialog disela atau dipenggal dengan menyisipkan keterangan penyerta di tengah dialog, gunakan tanda koma (,) sebagai pembatas. Akan tetapi, hati-hati. Kalau dialog pertama sudah utuh sebagai kalimat, dialog berikutnya harus dimulai sebagai kalimat baru.

  • “Kita memang pernah saling mencintai,” kata Rahmat. “Tetapi sekarang tidak lagi.” (Keliru)
  • “Kita memang pernah saling mencintai,” kata Rahmat, “tetapi sekarang tidak lagi.” (Tepat)
  • “Kita memang pernah saling mencintai,” kata Rahmat, “sekarang tidak lagi.” (Keliru)
  • “Kita memang pernah saling mencintai,” kata Rahmat. “Sekarang tidak lagi.” (Tepat)

Kalau dialog terputus, tersela, atau ada jeda, gunakan elipsis (…). Apabila posisi elipsis terletak di tengah kalimat, elipsis didahului dan diikuti spasi.

  • “Sebenarnyaaku sudah tidak berharap banyak!” (Keliru)
  • “Sebenarnya … aku sudah tidak berharap banyak!” (Tepat)
  • “Sebenarnya aku sudah tidak berharap banyak…,” kata Rahmat dengan mata berkaca-kaca, “tetapi aku tidak punya pilihan selain bertahan mencintaimu.” (Keliru)
  • “Sebenarnya aku sudah tidak berharap banyak …,” kata Rahmat dengan mata berkaca-kaca, “tetapi aku tidak punya pilihan selain bertahan mencintaimu.” (Tepat)

Jika kalimat yang terpenggal berada pada akhir dialog, elipsis ditambah dengan tanda titik penutup. Dengan demikian menjadi empat tanda titik (….).

  • Rahmat ternganga. “Jangan bilang kamu …" (Keliru)
  • Rahmat ternganga. “Jangan bilang kamu ….” (Tepat)

Jika di dalam dialog terdapat petikan atau ujaran lain, gunakan tanda petik tunggal ('...').

  • “Dia bilang, Aku sudah punya lelaki lain,” dan aku kehilangan kata-kata,” ucap Rahmat. (Keliru)
  • “Dia bilang, ‘Aku sudah punya lelaki lain,’ dan aku kehilangan kata-kata,” ucap Rahmat. (Tepat)

Apabila tokoh terbata-bata melafalkan dialog, gunakan tanda hubung pada potongan suku kata yang diucapkan dengan terbata-bata.

  • Titidak begitu,” ujar Rahmat. (Keliru)
  • “Ti-tidak begitu,” ujar Rahmat. (Tepat)
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline