Lihat ke Halaman Asli

Khrisna Pabichara

TERVERIFIKASI

Penulis, Penyunting.

Dewa Kipas, Tarung Catur, dan Kontroversi Daeng Marewa

Diperbarui: 24 Maret 2021   15:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Deddy Corbuzier, promotor dwitarung catur antara Dewa Kipas melawan GM Irene Sukandar (Foto: Instagram/mastercorbuzier)

Selesai sudah duel antara Dewa Kipas dan GM Irene Sukandar. Sebagaimana kita ketahui, Dewa Kipas tunduk dengan skor 0-3. Meski begitu, jejak dwitarung itu masih berasa. Meme Irene yang tengah memeras otak sontak berseliweran di media sosial. Rupa-rupa komentar netizen.

Celetukan tentang Dewa Kipas juga masih sesekali melintas. Kabar terbaru, Dewa Kipas senang karena menerima hadiah Rp100.000.000,00. Uang hadiah akan ia gunakan untuk melunasi utang, bersedekah, dan mendirikan warung kopi.

Cita-cita yang sederhana. Setelah kerap diomeli istri akibat keranjingan main catur daring, kini ia bisa tersenyum karena sudah berkantong tebal. Meski begitu, ia tidak lupa pada catur yang melambungkan namanya.

Kelak, di warkop impiannya ia akan menyediakan ruangan tempat pelanggan bisa bermain catur.

Sensasi media sosial tidak hanya memasyhurkan nama Dadang Subur selaku Dewa Kipas. Riuh kasus Dewa Kipas kembali mengangkat catur ke ruang percakapan publik. Tidak hanya di media sosial, tetapi juga di kedai-kedai kopi.

Eddy Situmorang, misalnya. Pelanggan tetap kedai kopi Kang Mamat sudah memancang angan-angan. Siapa saja yang datang ke kedai di depan rumah saya itu akan ia tantang bermain catur. Lagaknya sudah melewati pecatur tanggung kelas pos ronda.

"Daeng Marewa, main catur dulu. Lupakan sejenak laptopmu. Main catur saja. Mana tahu kita diundang Deddy Corbuzier untuk melawan Irene," kata Eddy dengan mata membeliak.

Saya bukan pecatur. Hanya penonton. Saya betah menonton orang bermain catur. Saya senang melihat bidak maju selangkah tanpa kenal kembali. Langkah bidak mengingatkan saya pada satu petuah leluhur: sekali layar terkembang, pantang surut ke haluan.

Saya juga suka menyaksikan bagaimana cara benteng menjalani hidup. Selalu lurus. Tidak mau serong, tidak mau miring. Lurus saja. Kalau bukan ke depan atau ke belakang, pasti ke samping. Saya berharap pejabat publik juga begitu. Hidup lurus dan makan gaji halal saja.

Terkadang saya terpukau pada pergerakan raja. Pelan. Lamban. Terbatas. Ssangat berhati-hati. Hanya satu langkah. Bandingkan dengan menteri yang bebas ke segala arah tanpa batasan langkah. Raja tidak boleh sembrono. Langkahnya penuh risiko: menang atau mati.

Siang ini saya jabani tantangan Eddy. Perantau dari Medan itu senang bukan kepalang. Melawan saya alamat menang tanpa memakan waktu lama. Itu alasan mengapa ia begitu gembira. Ketika bidak pertama melangkah, saya mengoceh tentang faedah catur bagi manusia.

"Catur itu, Pak Eddy, merangsang otak agar tetap bekerja," ujar saya setelah memindahkan bidak. Saya mengawali permainan dengan pertahanan Petroff. Semacam parkir bus di kepala Mourinho dengan ancaman serangan balik yang sporadis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline