Kisah ini tidak terjadi di negeri entah-berentah, tetapi terjadi di Indonesia. Seorang warga Slawi diciduk oleh Polisi Virtual. Apa pasal sehingga terjadi pencidukan? Warga Slawi tersebut diduga menyindir Gibran Rakabuming Raka.
Ceritanya begini. Akun Instagram @garudarevolution mengunggah permintaan Gibran, Wali Kota Surakarta, untuk menggelar semifinal dan final Piala Menpora di Solo. AM, warga Slawi itu, urun komentar. Gara-gara komentar itulah AM diciduk oleh Tim Polisi Virtual (TPV) Polresta Surakarta.
Sebegitunya? Ya. Menurut dugaan TPV Polresta Surakarta, AM dianggap menulis komentar hoaks. Selintas terlihat Tim Polisi Virtual sudah melaksanakan tugas pokok sesuai dengan fungsi yang mereka emban. Itu sekilas. Kalau diamati secara saksama, ada potensi salah tanggap yang berujung salah tangkap.
Sebelum membahas potensi salah tanggap dan salah tangkap, mari kita sidik dulu komentar AM.
"Tau apa dia tentang sepak bola, taunya dikasih jabatan saja," ujar AM seperti dinukil oleh Kompas.com.
Selanjutnya, mari kita sibak tanggapan TPV Polresta Surakarta. Syahdan, polisi menganggap komentar itu sarat muatan hoaks. Unsur dugaan: menyatakan "dikasih jabatan". Fakta: Gibran terpilih menjadi Wali Kota Surakarta melalui pilwalkot.
Kombes Pol. Ade Safri Simanjuntak, Kapolresta Surakarta, menyatakan sudah berkonsultasi kepada ahli bahasa, ahli pidana, dan ahli ITE sebelum membekuk AM. Dengan demikian, polisi telah meyakini tidak salah tanggap dan salah tangkap.
"Komentar tersebut sangat mencederai KPU, Bawaslu, TNI, Polri, dan seluruh masyarakat Kota Solo yang telah menyelenggarakan pilkada langsung sesuai dengan UUD 1945," ucap Kapolresta Surakarta yang dikutip cnnindonesia.com.
Langkah penyelesaian pun sudah dilakukan. AM diminta menghapus cuitannya dan meminta maaf. AM setuju. Lewat video yang ditayangkan di akun Intagram @PolrestaSurakarta, AM sudah mengaku salah. Ia juga berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
Apakah langkah TPV Polresta Surakarta sudah tepat? Tunggu dulu. Kita ulas dulu komentar AM. Kita mesti menilik komentar itu agar tahu duduk perkaranya. Tilikan saya bersandar pada berita yang sumbernya sudah saya cantumkan di atas.
Baiklah. Saya cantumkan kembali komentar AM. Tahu apa dia tentang sepak bola, tahunya dikasih jabatan saja. Saya membaca ulang komentar itu sebanyak tiga kali. Sudah seperti makan obat. Biar lebih ajek.
Setelah merenung beberapa saat, tidak ada kejanggalan dari komentar AM. Coba dibaca dengan saksama. AM bilang, Gibran cuma tahu "dikasih jabatan". Apa yang salah dari komentar itu? Gibran memang dikasih jabatan. Ia dipilih oleh rakyat. Artinya, rakyat memberikan jabatan wali kota kepada Gibran.
Andaikan rakyat Surakarta tidak memberikan suaranya kepada Gibran, otomatis putra sulung Pak Jokowi itu tidak akan memenangi pilwalkot. Dari situ terlihat TPV Polresta Surakarta tergesa-gesa, sekalipun Kapolresta mengaku sudah berkonsultasi kepada ahli bahasa.