SUDAH PUNYA MANTAN? O, maaf, saya berharap teman-taman anggota jemaah jomlo abadi tidak usah sungkan. Baca saja artikel receh ini. Tidak usah khawatir. Selain jauh dari sakit hati, artikel ini hanya menyuguhkan hipotesis cetek dan analisis cemen. Jadi, tegarlah!
Salah satu frasa menyebalkan yang sering kita dengar adalah mantan terindah. Coba saja. Kamu bertemu teman lama, dia menggandeng lengan mantan kamu semasa remaja (dan belum bisa kaulupakan hingga sekarang), lalu dia berkata kepadamu tanpa rasa bersalah, "Ini mantanku. Mantan pacarku. Sekarang jadi istriku. Mantan terindah. Mana mantanmu?"
Yakin, kau mungkin akan merasa seperti tersedak biji salak. Mantan pacar yang kemudian jadi istri sudah jelas statusnya bukan mantan, kecuali berhenti jadi istri baru disebut mantan istri. Apa yang kaurasakan dalam keadaan seperti itu? Tenang. Jangan main tonjok, main dukun saja. Upz, maaf, saya bercanda.
Lupakan saja mantan terindah itu, apalagi kalau kamu belum punya pacar yang bisa kaujadikan mantan terindah. Calon saja belum punya, apalagi mantan. Akan tetapi, jangan abaikan artikel ini. Serius. Saya akan suguhkan bagaimana cara menilik dan menilai mantan dari kacamata kuda, eh, politik.
Jangan ragu, saya sediakan pula contoh konkret agar tidak mengawang-awang.
O, tunggu. Sebelum kita mengulas mantan, sebaiknya kita tilik diri sendiri dulu. Tipe seperti apa hati kita? Apakah termasuk tipe orang yang menyimpan harapan berdamai dan berbaikan lagi dengan sang mantan? Apakah tergolong tipe yang sekali pisah jangan harap ada kata damai atau rujuk? Apakah kita berada dalam barisan orang yang kepo atas segala aktivitas mantan?
Masih ada satu. Apakah kamu termasuk orang yang tetap menjalin pertemanan baik dengan mantan yang berkali-kali menyakiti hati dan, kemudian, meninggalkan kamu tanpa sebab dan pesan apa-apa? Tidak, saya tidak akan angkat jempol melihat ketangguhan hatimu. Menjaga silaturahmi memang bagus, tetapi tidak harus dengan terus menguntit mantan. Hiks!
Selena Gomez dan Justin Bieber masih berteman.
Ya, kamu betul. Pertemanan mesti terjalin karena mereka hidup di dunia yang sama. Sewaktu-waltu mereka bisa satu panggung, sesekali mereka bertemu saat geladi kotor atau bersih. Mereka tidak bisa menjadi kucing dan tikus alias Tom dan Jerry. Kamu dan mantanmu bekerja di ranah yang sama? Jika tidak, pikirkan kembali.
Saya kasih tahu, ya. Rebecca Griffith, psikolog yang sering menulis, mengatakan bahwa berteman dengan mantan itu perbuatan yang sia-sia. Tidak ada manfaatnya. Kau boleh bilang unfaedah, terserah. Alih-alih menyehatkan hati, salah-salah baper melulu. Giliran mantanmu menggelar pesta pernikahan, sakit hatimu berlipat ganda.
Justin Mogilski dan Lise Welling, periset psikologi di Universitas Oakland, menemukan fakta bahwa rata-rata pasangan yang kemudian berpisah dan masih mempertahankan pertemanan selalu punya niat terselubung. Mungkin untuk mengeruk uang, mungkin buat menyalurkan libido. Pendek kata, niat manipulatif. Ciri-ciri seperti itu sudah mendekati sifat psikopat. Ih, ngeri!