Pada semangkuk coto, di atas balai bambu,
di kolong sebuah rumah panggung megah,
seorang lelaki menumpahkan air matanya.
Seiris jeruk nipis, dua potong ketupat, dan
ingatan pada anaknya yang baru saja mati.
"Sebelum aku pergi, potonglah si Kelabu. Ia
letih memikul beban dunia. Aku mau, Ayah,
ia temani aku di sana, terbang di langit,
menembus awan dan luka, mencari Tuhan.
Ayah, bagi daging Kelabu kepada tetangga!"
Lelaki itu terpaku. Pada kunyahan pertama,
ia telan duka ingatan akan anak lelakinya.
Seekor kuda, tertambat di tiang rumah,
melenguh pelan. Ia pandangi tubuh ibunya
pada semangkuk coto di hadapan tuannya.
8 Februari 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H