Lihat ke Halaman Asli

Khrisna Pabichara

TERVERIFIKASI

Penulis, Penyunting.

Diserang Pendengung Rupiah, Kwik Kian Gie Keder

Diperbarui: 7 Februari 2021   21:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kwik Kian Gie keder diserang pendengung setelah beradu data dengan Staf Khusus Menteri Keuangan (Foto: Tempo/Usman Iskandar)

STASIUN televisi terbesar di Republik Wekawekaweka, Lokcan, kembali menayangkan gelar wicara. Tayang langsung. Tiga Indonesianis, peneliti soal keindonesiaan, sudah nongkrong di studio. Mereka akan bertukar pikiran tentang fenomena kebebasan berpendapat warga Twitter di Indonesia.

Baru-baru ini, Sabtu (6/2/2021), Kwik Kian Gie mengeluhkan kegarangan warganet di Twitter. Ia merasa belum pernah setakut sekarang mengeluarkan pendapat yang berseberangan dengan Pemerintah Indonesia, sekalipun berupa kritik yang konstruktif.

"Saya belum pernah setakut saat ini mengemukakan pendapat yang berbeda dengan maksud baik memberikan alternatif. ... Zaman Pak Harto, saya diberi kolom sangat longgar oleh Kompas. Kritik-kritik tajam tidak sekalipun ada masalah."

Begitu cuitan Kwik Kian Gie di akun twitternya, @kiangiekwik. Beliau membandingkan era pemerintahan Soeharto dengan era Joko Widodo. Tak ayal, ekonom yang pernah menjabat Menko Ekuin pada pemerintahan Gus Dur itu menuai kecaman.

Tiga panelis sudah siaga satu. Paling kiri, Profesor Demo Tivasi. Beliau guru besar komunikasi politik Universitas Takada. Profesor Ulara, pakar cocokologi dari negara tetangga, Republik Dong Eng. Duduk paling kanan, Profesor Repot Isasi, psikolog dari Universitas Takada.

Sebenarnya stasiun Lokcan juga mengundang adik kembar Ulara, namanya Ulari. Namun, pakar asbunologi itu sedang kurang bugar setelah keluyuran semalaman di Gang Sapi. Meski begitu, gelar wicara (orang Inggris menyebutnya talkshow) tetap ditayangkan.

Seperti lazimnya diskusi, debat, dan kegiatan intelektual lain di Wekawekaweka, gelar tayang tak memakai pewara atau moderator atau apa pun namanya. Ulara sudah diberi tahu soal itu dan ia sepakat saja.

"Saya hanya minta satu hal," kata Ulara saat rapat persiapan, "izinkan saya membawa diari, sebab ingatan saya mulai lapuk dimakan usia."

Tim kreatif setuju, panelis lain mengiya. Tidak seorang pun memprotes permintaan Ulara, sebab tenggang rasa sangat terjaga di Wekawekaweka. Lagi pula, diari bukanlah sesuatu yang tabu. Presiden Kong Fey Lix pun dengar-dengar akan segera melansir diari: Catatan Harian Pembenci Diari.

Kwik Kian Gie dan Kegilaan Masa Kini

REPOT Isasi membuka acara. "Pak Kwik mengalami gegar budaya. Tiap zaman ada generasinya, tiap generasi ada zamannya. Naga-naganya beliau mulai pikun. Pada zaman Soeharto belum ada istilah negara ber-flower. Yang ada, semangkin. Atau, saya sudah mendapat instruksi daripada Pak Presiden. Sekarang beliau gagap saat memasuki zaman generasi milenial."

Guru besar yang terkenal sudah putus urat takut itu bertutur dengan suara pelan dan bernada mengalun seperti ombak di dalam ombak. Kwik, katanya, harus mengaji kembali fatwa Habermas dalam Public Space (2006:286) soal ruang publik.

"Jangan kolokan. Sudah tahu media sosial kejam, berani-berani bikin akun Twitter. Begitu menyatakan pendapat, langsung keder dan umbar keluh. Tidak bisa begitu." Repot berhenti sejenak. "Banyak kajian etnografi virtual yang menyibak kegagalan generasi kolonial berhadapan dengan generasi milenial. Yang satu naik gerobak sapi, yang satu naik moda raya terpadu atau mass rapid transit."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline