Lihat ke Halaman Asli

Khrisna Pabichara

TERVERIFIKASI

Penulis, Penyunting.

Pak Polisi, Jangan Samakan Banjir dengan Genangan

Diperbarui: 7 Februari 2021   10:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo (Foto: jatengprov.go.id)

Topik hangat sejak pagi tadi adalah perbedaan banjir dan genangan. Banjir tengah melanda Kota Semarang, Jawa Tengah. Seperti biasa, netizen Indonesia unggul dalam kreativitas menaja kritik. Semarang dilanda banjir, Jakarta terbawa-bawa. Ganjar Pranowo gubernurnya, Anies Baswedan terbawa-bawa. 

Ucapan belasungkawa dan doa untuk korban pun kalah dibanding misuh-misuh warganet.

Jangan heran, Kawan, media sosial memang ajang sebagian orang untuk melepas penat, luka, tawa, doa, dan caci. Poin terakhir sering sekali lebih dominan empat poin sebelumnya. Contohnya, ya, komentar atas musibah banjir di Semarang.

Ada netizen yang mencari-cari para pendengung tertentu (buzzer-Rp) yang rajin menggempur Anies tiap kali Jakarta kebanjiran. Kata warganet, giliran Jakarta kebanjiran semua mulut mangap. Giliran Semarang kebanjiran, mulut pendengung kicep. Mingkem.

Hanya saja, artikel ini tidak saya anggit untuk membahas mengapa semua perkara selalu diseret ke Jakarta. Artikel ini juga tidak saya niatkan untuk membahas arti kicep dan mangap, bukan. Kali ini saya mengudar perbedaan banjir dan genangan.

Begini pangkal soalnya. Akun resmi Polda Jawa Tengah di Twitter, @poldajateng_, menayangkan sebuah video. Pada tayangan itu, seorang polisi berdiri di tengah banjir dengan air setinggi leher. Ia sedang mengabarkan kondisi terkini sebuah titik di Kota Semarang.

Administratur akun Polda Jateng menyertakan keterangan sebai berikut.

Untuk warga Kota Semarang dan sekitarnya agar waspada, ya, beberapa titik ada genangan air. Saat ini masih terjadi hujan. Tetap utamakan keselamatan.

Ada dua seruan dalam cuitan tersebut, yakni anjuran agar tetap waspada dan tetap mengutamakan keselamatan. Namun, bukan seruan itu yang menjadi santapan warganet. Admin Polda Jateng menggunakan frasa "genangan air" untuk menggambarkan kondisi air mengalir yang sudah setinggi 1,5 meter. Bagi warganet, hal itu adalah "pengaburan makna".

Ada kemungkinan pengelola akun tersebut ingin "memperhalus musibah". Semacam keinginan agar tidak menambah-nambah kecemasan warga. Maka diksi "genangan air" dipilih alih-alih kata "banjir". Itulah pokok masalahnya.

Bagaimanapun, genangan tidak dapat disamakan dengan banjir. Bentuk dan kelas kata saja amat berbeda. Genangan kata benda, banjir kata kerja sekaligus kata benda. Jika menyangkut jenis air, banjir termasuk kata benda (nomina). Namun, jika berhubungan dengan pergerakan air, banjir adalah kata kerja (verba).

Genangan adalah tempat atau daerah yang berair. Sifatnya tidak bergerak. Air mata, misalnya. Jika hanya mengambang di pelupuk mata maka, itu genangan. Jika mengalir ke pipi, karena sudah bergerak, tidak bisa lagi disebut genangan. Jika air mata menderas, dapat pula dinamai "air matanya membanjir". Nah, makin berbeda dengan "air matanya menggenang".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline