TIGA menteri duduk bersama. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Agama. Mereka sepakat meneken surat keputusan bersama. Keputusan yang mengikat dua pihak utama, Pemerintah Daerah dan sekolah. Dua pihak tersebut tidak boleh lagi melarang atau mewajibkan jilbab. Titik. Tanda seru!
SKB tersebut mengatur tentang penggunaan pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan. Aturan itu berlaku khusus di lingkungan sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Artinya, sekolah negeri. Jenjangnya pendidikan dasar dan menengah.
Ada beberapa hal mendasar yang melatari lahirnya kesepakatan tiga menteri ini. Semuanya tertuang di dalam konsideran butir menimbang. Kadang-kadang kita, baik yang sumbu pendek maupun sumbu panjang, hanya membaca bagian menetapkan atau memutuskan, padahal kita mesti menimbang dan mengingat dulu sebelum menetapkan sesuatu.
Berikut butir penting dalam konsideran menimbang.
Pertama, peran sekolah. Sebagai kawah tempat generasi penerus cita-cita bangsa digodok, sekolah bertanggung jawab menjaga eksistensi ideologi dan konsensus dasar bernegara. Kita tahu, konsensus negara kita adalah Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika.
Selain itu, sekolah berperan penting dalam membangun dan memperkuat moderasi beragama dan toleransi atas keragaman agama yang dianut oleh peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan.
Dengan demikian, keragaman agama dan moderasi beragama mesti ditegakkan di atas fondasi bernama Pancasila dan kolega. Mengaku Indonesia, tetapi menolak sila pertama dengan amar mewajibkan atau melarang jilbab. Itu kebangetan.
Keragaman agama dan moderasi beragama juga mesti ditegakkan di atas fondasi UUD 1945. Dari situ kita ketahui bahwa semua orang berhak memilih, menganut, dan menjalankan ibadat sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianutnya.
Selain itu, lucu rasanya jikalau kita mengaku sebagai Warga Negara Indonesia, menyetujui ada dan berada dalam wilayah NKRI, bahkan ada yang acapkali berteriak "NKI Harga Mati", tetapi tidak menghargai dan menghormati keragaman agama.
Kedua, fungsi sekolah. Sekolah sebagai wadah tempat menggojlok karakter, pengetahuan, dan keterampilan calon pemimpin dan penyelenggaran negara, berfungsi untuk membangun sikap, wawasan, dan karakter peserta didik, pendidik, dan tenaga pendidikan.
Tujuan pembangunan sikap, wawasan, dan karakter itu adalah untuk memelihara persatuan dan kesatuan bangsa, serta membina dan memperkuat kerukunan antarumat beragama. Lantaran pewajiban dan pelarangan jilbab dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa, lahirlah aturan bernama SKB Tiga Menteri.