Lihat ke Halaman Asli

Khrisna Pabichara

TERVERIFIKASI

Penulis, Penyunting.

Aku Ingin Berenang-renang di Telaga Bening Matamu

Diperbarui: 30 Januari 2021   08:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku ingin memelukmu dari belakang, sebab katamu itulah pelukanku yang paling menenangkan (Ilustrasi: womantalk.com)

/1/

Aku hanya ingin sembuh. Hanya itu. Jika aku sembuh, kita bisa bersisian lagi, berdekapan lagi, bertukar cerita lagi, dan hal-hal menyenangkan yang mudah kita lakukan untuk membahagiakan hati. Aku hanya ingin sembuh. Hanya itu. Biar kamu dan aku tak berjauhan lagi.

Banyak yang ingin kuceritakan kepadamu kalau aku sembuh. Tentang Whatsapp yang kini getol menjanjikan keamanan data pribadi, tentang tim hukum Eigerindo yang bikin blunder fatal, tentang Presiden yang meminta rakyat mewakafkan harta, tentang Menteri Keuangan yang akan menarik pajak pulsa, tentang tetangga yang buang sampah di depan rumah. Banyak sekali.

Ah, tidak. Aku lebih ingin mengajakmu menjenguk kenangan.

Masih ingatkah kamu ketika pertama kali menginjak tanah kelahiranku? 1 Juni 2015. Itulah hari ketika kamu tiba di tanah kelahiranku, Jeneponto, tanah para petarung ulung. Kamu tiba dengan dada yang katamu berdegup keras, begitu keras sehingga mengalahkan deru angin yang meliuk-liukkan batang lontar.

Sungguh, kamu menyukai pertemuan dengan ibuku. Pertemuan pertama--yang ternyata menjadi pertemuan terakhir. Kamu bilang, aku beruntung karena aku lahir dari rahim seorang pencinta sejati, aku dibesarkan oleh seorang perempuan penyayang, aku diasuh oleh ibu paling ibu.

Kamu juga. Kamu lahir dari rahim perempuan paling ibu, diasuh oleh perempuan paling tabah, perempuan yang mengajarimu cara mengasihi dan mencintai, perempuan yang menunjukkan hal indah dalam hidupmu. Kamu juga bilang, kau akan menyukai pertemuan dengan ibuku.

Akhirnya kamu tahu tanah asalku. Aku lahir di sebuah kampung yang jauh dari bising kota, yang terhindar dari penat macet, yang mata air begitu sukar ditemukan, yang susah sinyal dan takbisa menonton apa-apa di televisi jika parabola ngadat.

Ajaibnya, kamu menyukai kampung kelahiranku, menyukai keramahan keluargaku, menyukai adat-istiadat yang unik di kampungku, menyukai kue-kue dan makanan khas daerahku. Tentu saja, makanan yang belum pernah kautemui di tempat lain: coto kuda.

Sungguh, aku senang karena kurasa aku tidak salah pilih. Aku senang karena ibuku menyukaimu dan kau juga menyukai ibuku. Katamu, perempuan yang melahirkan aku adalah juga ibumu. Tiga hari. Hanya tiga hari kamu bertemu ibuku.

Dua belas hari kemudian, ibuku dipanggil oleh-Nya. Aku ingat benar pesan terakhir beliau. Jika hatimu merasa jatuh di tempat yang tepat, lupakan kegagalanmu pada masa lalu, sebab masa depan menjanjikan kedamaian. Kamulah, kata ibuku, hati damai yang kudambakan itu.

Ingatanku kembali pada hari ini, pada hari ketika berbutir-butir pil dan bersendok-sendok obat sirop mesti kuhabiskan agar bersua jalan sembuh, agar bertemu jalan untuk berjumpa denganmu. Ah, terserah Tuhan saja!

Siang ini aku belum bisa melihat matamu. Kamu tetap harus berkantor. Aku hanya bisa menyemangatimu. Kamu tangguh, sangat tangguh. Ayah sakit, ibu baru pulih, lelakimu juga sakit. Tangguhlah!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline