Lihat ke Halaman Asli

Khrisna Pabichara

TERVERIFIKASI

Penulis, Penyunting.

Negara Tidak Boleh Berbisnis dengan Rakyatnya, Kata Ribka

Diperbarui: 14 Januari 2021   11:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ribka Tjiptaning, anggota Komisi IX DPR RI (Foto: dpr.go.id/Eman)

Coba Anda bayangkan kira-kira apa yang akan menimpa Ribka Tjiptaning, anggota Komisi IX DPR RI, andaikan beliau kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) atau Partai Demokrat (PD). Bayangkan reaksi para pendengung dalam menanggapi penolakan beliau atas program vaksinasi.

Politik memang panggung adu ngeyel, terutama apabila menyangkut perbedaan pendapat di antara dua partai berbeda haluan atau posisi. Ribka memilih sikap berseberangan dengan apa yang tengah diperjuangkan oleh Pemerintah.

Dengan suara lantang dan jernih, Ribka terang-terangan menyatakan dirinya menolak divaksin. Bukan hanya dirinya, bahkan anak-cucunya pun tidak boleh divaksin. Masih ada. Beliau memilih membayar denda alih-alih disuntik, sekalipun harus kehilangan sebuah mobil demi melunasi denda itu.

Andaikata Ribka bukan kader PDIP, sebut saja kader PKS atau PD, mungkin ia sudah tidak bisa tidur nyenyak karena serangan warganet. Karena beliau kader bangkotan di partai banteng bermoncong putih, nasibnya aman-aman saja dari cercaan pendengung.

Bukan apa-apa, PDIP adalah partai penguasa. Dengan demikian, Ribka sebagai petugas partai mesti berdiri di belakang Presiden Jokowi dan mendukung apa pun kebijakan Pemerintah. Ini tidak. Tatkala Pak Jokowi menerima suntikan vaksin perdana, video penolakan Ribka terhadap vaksin korona merebak di media sosial.

Dalam Rapat Dengar Pendapat antara Komisi IX DPR RI dengan Menteri Kesehatan, Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), dan Dirut PT Bio Farma, dilansir tribunnews.com, (Rabu, 13/1/2021), Ribka mengungkap pengalaman saat vaksinasi polio yang malah berakibat lumpuh layu.

Ribka juga menandaskan bahwa rakyat tidak boleh dipaksa untuk divaksin. Apabila hal itu dilakukan berarti telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia. Jika direnung-renungkan, pendapat Ribka ada benarnya. Rakyat bebas atau berhak menentukan sendiri layanan kesehatan yang diinginkan. 

Bagaimana sikap PDIP atas penolakan Ribka? Antaranews.com menukil pernyataan Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto. Menurut Hasto, pendapat Ribka adalah kritik terhadap komersialisasi kesehatan lantaran pelayanan kesehatan harus mengedepankan keselamatan masyarakat.

"Mbak Ribka menegaskan bahwa negara tidak boleh berbisnis dengan rakyatnya," ujar Hasto, "jangan sampai pelayanan kepada masyarakat, seperti yang tampak pada pelayanan PCR, di dalam praktiknya dibeda-bedakan. Bagi yang bersedia membayar tinggi, hasilnya cepat keluar. Bagi rakyat kecil, harus menunggu tiga hingga sepuluh hari."

Apakah benar ada komersialisasi layanan kesehatan?

Hasto justru mempertegas masalah pelik di dunia kesehatan alih-alih meluruskan pernyataan Ribka. Hasto seperti menunjukkan lubang menganga dalam praktik kesehatan di Indonesia. Jika itu benar-benar terjadi, berarti Hasto tengah membeberkan lemahnya kinerja Kementerian Kesehatan dalam mengontrol layanan kesehatan bagi masyarakat.

Lebih lanjut Hasto mengatakan, "Pelayanan kesehatan untuk semua [rakyat Indonesia] dan harus mengedepankan rasa kemanusiaan dan keadilan."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline