Lihat ke Halaman Asli

Khrisna Pabichara

TERVERIFIKASI

Penulis, Penyunting.

Kurikulum Cinta Tjiptadinata-Roselina

Diperbarui: 12 Januari 2021   05:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen Olah Pribadi

1. Dari mereka kita tahu bahwa cinta adalah tubuh yang paling tabah

Tiba-tiba aku ingin mengajakmu bertemu, berbincang sangat lama, menghabiskan kopi dan rindu. Kamu menceritakan perasaanmu, aku mengisahkan perasaanku. Kamu menuntaskan rindumu, aku menandaskan rinduku. Seolah-olah hanya ada kita di kafe berhias bunga rindu.

O, tidak. Kita tidak semata-mata membincangkan rindu di antara kita. Kita obrolkan ruap dan ruah cinta di mata sepasang kekasih--tempat kita mengeja cinta seutuh-utuhnya. Mereka adalah Romeo dan Juliet di Kompasiana.

Kamu bercerita tentang perjalanan mereka dari benua ke benua, tempat punggung mereka menyandarkan letih dan mata mereka menidurkan cemas. Punggung mereka menanggung rindu yang tak habis-habis, mata mereka berisikan harapan yang tak selesai-selesai.

Aku bercerita tentang pulau-pulau yang mereka sambangi, teluk-teluk rahasia yang mereka kunjungi, atau kota-kota bersejarah tempat mereka bersama-sama mengabadikan cinta. Tidak ada kabar selain cinta, sebab mereka selalu punya cerita yang lebih menarik dibanding berita politik, kekerasan, atau korupsi.

Kita begitu asyik mengeja cinta di mata mereka, hingga kita lupa kopi sudah lama tandas.

2. Dari mereka kita tahu bahwa cinta adalah bulir-bulir harapan yang lahir dari butir-butir doa

Kita menyukai pertemuan dengan mereka, menyukai percik-percik cinta di tulisan mereka, menyukai jajar riwayat perjalanan mereka, menyukai rumah cinta mereka yang, alangkah, memukau. Saking sukanya, kita memimpikan rumah cinta yang serupa dengan rumah cinta mereka.

Kita menyukai rumah cinta itu. Kita berharap bisa membangun rumah sebagaimana mereka menaja harapan. Ya, rumah cinta yang laksana jawaban atas doa-doa kita dan diperlihatkan oleh Tuhan kepada kita lewat mereka.

Rumah cinta itu, kita tahu, rumah tanpa air mata luka.

3. Dari mereka kita tahu bahwa cinta adalah kebahagiaan bernama pengorbanan

Pada suatu ketika engkau ceritakan kepadaku tentang kisah sahabatmu. Ia mendatangimu dengan mata penuh api, dengan lidah yang tak henti-henti menggerunyam, dengan tatapan yang sarat kemarahan. Kata temanmu, cinta telah menjerumuskan dirinya pada lubang penderitaan. Katanya lagi, telah ia korbankan segalanya. Ia berusaha menjadi seperti keinginan kekasihnya sampai-sampai ia merasa asing pada dirinya sendiri.

Lalu, kita teringat pada mereka yang benar-benar saling cinta. Sang suami tidak menjadi asing atas dirinya, sang istri tidak menjadi orang lain bagi dirinya. Bagi mereka, cinta itu memberi sekaligus menerima. Memberi tanpa menunggu imbal jasa, sebab cinta bukanlah mata pelajaran matematika yang sarat dengan hitung-hitungan.

4. Dari mereka kita tahu bahwa cinta bukan penjara bagi "yang dicintai"

Kamu mengejar apa yang ingin kauraih, aku memburu apa yang ingin kudapatkan. Kita melakukan apa yang ingin kita lakukan dan, tentu saja, kita saling mendoakan dari kejauhan. Kurasakan doamu memelukku, kaurasakan doaku memelukmu. Hangat sekali.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline